KOMPAS.com - Keteguhan hati sekelompok ibu korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam menuntut keadilan di Argentina telah menginspirasi banyak orang.
Ibu-ibu yang tergabung dalam Asociacion Madres de Plaza de Mayo itu secara konsisten melakukan aksi damai di pusat kota Buenos Aires, sejak 1977.
Aksi itu dilakukan untuk menuntut tanggung jawab negara atas pembunuhan dan penghilangan paksa anak-anak mereka oleh Junta Militer Argentina.
Ibu-ibu Plaza de Mayo mencari titik terang mengapa anak mereka dihilangkan, di mana kerangka mayat mereka, serta siapa pelaku yang melakukan pembunuhan.
Aksi itu telah memberikan dampak yang cukup siginifikan. Salah satunya adalah pencabutan undang-undang yang mendukung impunitas warisan Presiden Raul Alfonso (1983-1989).
Baca juga: Keteguhan Sumarsih Menuntut Keadilan...
Aksi serupa dilakukan di Indonesia oleh Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK). Penggagasnya yakni Maria Katarina Sumarsih, ibu dari mahasiswa korban Tragedi Semanggi I, dan Suciwati, istri almarhum pejuang HAM Munir Said Thalib.
Saban Kamis, keluarga korban pelanggaran HAM berdiri di depan Istana Merdeka, Jakarta, sambil membawa payung dan berpakaian serba hitam.
Seperti halnya ibu-ibu Plaza de Mayo, Sumarsih dan Suciwati menuntut keadilan atas pelanggaran HAM yang telah merenggut nyawa banyak orang, termasuk keluarga mereka.
Sejak pertama kali digelar pada 18 Januari 2007, aksi tersebut telah mendapat perhatian dari beberapa kalangan dan menyebar ke sejumah wilayah di Indonesia. Aksi itu kemudian dikenal sebagai Aksi Kamisan.
Kini, Aksi Kamisan telah berusia 16 tahun dan sudah lebih dari 760 kali dilakukan. Banyak kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang disuarakan, antara lain Tragedi Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, Talangsari, Tanjung Priok, hingga Tragedi Kemanusiaan 1965.
Dari sekian banyak Aksi Kamisan, aksi yang yang digelar pada 16 April 2009 menjadi salah satu yang berkesan.
Saat itu, dua ibu Plaza de Mayo terbang dari Argentina untuk mengikuti Aksi Kamisan di depan depan Istana. Mereka adalah Aurora Morea dan Lydia Taty Almeida.
Baca juga: 16 Tahun Aksi Kamisan, Tetap Ada dan Berlipat Ganda...
Dikutip dari Harian Kompas edisi 27 April 2009, dalam Aksi Kamisan itu, Aurora dan Taty berbagi harapan kepada keluarga korban pelanggaran HAM untuk terus berjuang dalam mencari keadilan.
”Kami datang untuk menunjukkan solidaritas, berbagi pengalaman dan harapan, serta keyakinan akan datangnya keadilan. Jangan pernah menyerah,” ujar Taty.
Taty bercerita bahwa tujuh tahun kekuasaan Junta Militer Argentina telah mengubah mereka menjadi aktivis politik dan HAM. Mereka berperan penting dalam jatuhnya Junta Militer Argentina.