Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yonathan Christanto
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Yonathan Christanto adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

"Ngeri-Ngeri Sedap", Film Keluarga yang Lucu, Jujur dan Hangat

Kompas.com - 12/06/2022, 10:02 WIB
Kompasianer Yonathan Christanto,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul ""Ngeri-Ngeri Sedap", Film Keluarga yang Bertutur Lucu, Jujur dan Hangat"

KOMPAS.com - Sejujurnya saya tak punya ekspektasi lebih saat memilih untuk menyaksikan film ini di bioskop. Saya memilih film ini murni karena dua hal yaitu tertarik oleh sang sutradara, Bene Dion, yang sebelumnya sukses membesut Ghost Writer dan tentu saja cerita film ini yang cukup jarang ditampilkan yaitu cerita yang mengangkat budaya Batak.

Mengingat Bene Dion juga tergabung dalam sebuah podcast bernama Agak Laen bersama dua aktor yang juga main di film ini yaitu Indra Jegel dan Boris Bokir dan seringnya membahas cerita keseharian serta pengalaman hidup dalam tradisi dan kebudayaan Batak secara jenaka, maka anggapan saya pastilah film ini tak jauh beda layaknya isi podcast tersebut.

Anggapan tersebut ternyata salah. Karena Ngeri-Ngeri Sedap ternyata di atas eskpektasi saya dan tentu saja jauh lebih berisi dari sekadar cerita jenaka yang biasa saya dengarkan di podcast Agak Laen.

Film ini begitu lucu, kaya akan tradisi dan budaya,  dan terpenting film ini nyatanya berhasil mengedukasi perihal problema dalam keluarga  tanpa terasa menggurui.

Baca juga: Luhut Pandjaitan Menangis karena Ngeri-Ngeri Sedap, Bene Dion; Maafkan Film Kami, Pung

Kebetulan saya juga dekat dengan tradisi Batak. Di mana istri saya berasal dari keluarga Batak Toba tepatnya dari daerah Laguboti, dekat dengan Balige yang menjadi latar tempat film ini. Sehingga melihat detail-detail kecil yang ditampilkan film ini betul-betul terasa dekat dan otentik.

Figur bapak yang senang nongkrong berjam-jam di lapo tuak, makan malam keluarga harus bersama-sama di meja makan, menikmati mie gomak yang khas, dan gengsi seorang bapak dalam berbicara dengan anaknya menjadi beberapa contoh detail kecil yang membuat film ini benar-benar terasa hidup dan realistis. 

Setidaknya seperti itulah kondisi rata-rata keluarga Batak yang saya tahu.

Kemudian pada salah satu adegan di pesta adat yang melibatkan Indra Jegel juga begitu lucu sekaligus tepat. Bagaimana salah panggilan dalam tradisi Batak sangatlah fatal. 

Tentu saja anak muda harus bisa membedakan namboru, nanguda, nantulang, bahkan panggilan lainnya kepada orang yang lebih tua jika tidak ingin kena semprot omelan.

Dan nyatanya, saya pun juga pernah seperti itu ketika baru memasuki keluarga Batak, heuheuehu. Makanya adegan ini begitu relate bagi saya pribadi.

Betapa otentiknya gambaran suasana tersebut tentu saja tak lepas dari dukungan akting brilian dari para aktornya.

Dari mulai Arswendy, Tika Panggabean, Boris Bokir, Indra Jegel, Lolox hingga Ghita Bhebhita, semuanya berhasil memberikan penampilan yang memukau dan mengisi pos-pos aktingnya secara pas dan saling melengkapi.

Belum lagi ditambah penampilan para cameo dan peran pembantu yang juga memberikan penampilan yang apik dan tak setengah-setengah.

Ditambah dengan komposisi aransemen musik yang super asyik oleh jagonya musik Batak, Vicky Sianipar, tentu saja membuat film ini semakin menarik untuk diikuti. Lagu-lagu Batak populer yang diaransemen ulang dalam komposisi rock, jazz dan pop bergantian masuk mengiringi berbagai jenis adegan dari mulai yang lucu, tegang, hingga adegan yang menguras air mata. 

Pun aransemen musiknya tetap mempertahankan unsur kedaerahan yang kental dengan sentuhan modern yang tidak lebay sehingga bisa diterima di telinga pendengar dari berbagai usia dan latar belakang suku.

Intinya secara audio film ini berhasil memanjakan telinga. Pun secara visual film ini begitu indah dilihat berkat hamparan perbukitan di sekeliling Danau Toba yang keindahannya sungguh tiada taranya. Begitu magis melihatnya di layar bioskop.

Alur cerita Ngeri-ngeri Sedap

Lalu bagaimana dengan ceritanya?

Ini yang saya suka. Bagaimana Bene Dion begitu rapi dalam membagi porsi komedi dan drama di sepanjang film yang membuat film ini terasa hidup.

Premisnya sederhana. Tentang sepasang suami istri di usia senja yang begitu rindu akan kehadiran ketiga anak lelakinya yaitu Domu (Boris Bokir), Gabe (Lolox) dan Sahat (Indra Jegel) yang bertahun-tahun meninggalkan Toba demi merantau dan meniti karir di pulau Jawa namun tak pernah mau kembali ke tanah Toba.

Demi mengumpulkan mereka kembali, akhirnya membuat Pak Domu (Arswendy) dan Mak Domu (Tika Panggabean) berpura-pura bertengkar dan menginginkan perceraian yang kemudian disampaikan oleh Sarma (Ghita Bhebita) kepada abang dan adiknya ini.

Drama kepura-puraan yang ternyata justru membawa banyak fakta baru yang bisa menggoncang keluarga itu.

Premis sederhana tersebut lalu diolah sedemikian rupa dengan memasukkan unsur komedi yang pas dan pesan-pesan kehidupan yang mampu berjalan secara beriringan. Tidak saling tumpang tindih.

Sehingga di sepanjang film kita akan sering disambut oleh jokes Batak yang ikonik dan benar-benar jenaka sekaligus belajar ilmu kehidupan melalui tradisi dan budaya yang juga dijelaskan pada film ini.

Bagi saya, film ini benar-benar relate dan bisa menyajikan cerita keluarga dengan sangat kokoh dan jujur dengan konklusi yang sangat baik.

Pun pada banyak cerita yang melibatkan suku lain, film ini juga sangat baik dan hati-hati dalam menciptakan konklusi konfliknya. Sehingga hasil akhirnya terasa baik, masuk akal dan terpenting tidak menyinggung suku dan budaya lainnya.

Secara khusus film ini berhasil memvisualisasikan keresahan mayoritas keluarga Batak yang mungkin sulit disampaikan melalui konflik keluarga yang terasa "generik" dan sepertinya terjadi di hampir semua keluarga Batak (yang saya kenal).

Tapi film ini nyatanya bukan hanya untuk orang Batak saja, karena secara umum cerita dan konflik keluarganya juga relate dengan masyarakat Indonesia pada umumnya karena berhasil menggambarkan betapa terkadang komunikasi antara anak dan orang tua, bahkan antara suami-istri pun sering menemui jalan buntu, karena merasa apa yang dilakukannya sama-sama baik dan sama-sama benar. 

Miskomunikasi terkadang menjadi batu sandungan yang pada akhirnya menuntun seseorang kepada kemarahan dan kekecewaan yang salah.

Dan film ini tidak menjustifikasi salah satu pihak. Tidak menyalahkan orang tua ataupun anak yang memang menjadi pihak yang berseteru. Namun sebaliknya film ini justru memberikan konklusi yang berimbang, hangat, manis, dan believable tentang bagaimana seharusnya keluarga itu bersikap jika tak ingin terpecah dan terpisah.

Ada satu final scene dalam style one cut yang cukup panjang. Di mana di sini semua aktor utama terlibat dalam dialog panjang yang benar-benar memainkan emosi penontonnya.

Rasa marah, kecewa, sedih, namun juga jujur bergantian muncul di depan layar yang kemudian dilengkapi dengan akting memukau para aktornya yang berhasil menunjukkan ekspresi marah dan sedih hingga bercucuran air mata dengan begitu nyata. Percayalah, scene ini tak hanya memberikan suguhan drama yang luar biasa penuh haru namun juga bisa membuat penonton ikut bercucuran air mata.

Baca juga: 9 Hari Penayangan, Ngeri-Ngeri Sedap Sudah Tembus 700 Ribu Penonton

Sejauh ini, bagi saya ini adalah film Indonesia terbaik di tahun ini. Bagaimana sebuah drama keluarga "sederhana" mampu disuguhkan dengan racikan yang pas sehingga menghasilkan rasa mewah yang kemudian meninggalkan after taste yang begitu membekas berjam-jam bahkan berhari-hari setelah menyaksikan film ini.

Mengingat di Minggu ini bioskop dipenuhi oleh dinosaurus dan Gatotkaca, maka ada baiknya segeralah menyaksikan film ini sebelum turun layar. Apalagi di wilayah yang basis Bataknya agak kurang, sepertinya film ini akan lebih cepat turun layar dari daerah lainnya.

Skor 9/10 untuk Ngeri-Ngeri Sedap.

Salam Kompasiana!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com