Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Ketupat Identik dengan Lebaran di Indonesia? Ini Alasannya

Kompas.com - 01/05/2022, 11:27 WIB
Maulana Ramadhan

Penulis

KOMPAS.com - Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran menjadi momen berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara.

Ketika berkumpul bersama keluarga dalam perayaan Lebaran ada satu makanan khas yang hampir selalu ada, yakni ketupat.

Makanan yang satu ini biasanya disajikan sebagai pengganti nasi dan pendamping dari lauk utama seperti opor ayam, semur daging, maupun rendang.

Ketupat memang menjadi hal yang sulit dipisahkan dengan tradisi Lebaran di Indonesia. Sering kali logo atau gambar-gambar ketupat menghiasi papan ucapan selamat Idul Fitri di Indonesia.

Lantas apa yang menyebabkan ketupat identik dengan perayaan Lebaran di Indonesia? Berikut penjelasannya.

Baca juga: Kerap Jadi Santapan Lebaran, Bagaimana Sejarah Ketupat?

Sejarah ketupat di Indonesia

Menurut Sejarawan Universitas Padjajaran Bandung, Fadly Rahman, pada mulanya ketupat bukan sesuatu yang identik dengan Lebaran ataupun Islam pada umumnya.

"Ketupat sudah ada pada masa pra-Islam dan tersebar di wilayah hampir di Asia Tenggara dengan nama yang berbeda-beda. Selain itu, ketupat juga identik dengan tradisi animisme," ujar Fadly seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (30/5/2019).

Fadly menjelaskan, di masa pra-Islam, di Nusantara terdapat tradisi menggantung ketupat di tanduk kerbau untuk mewujudkan rasa syukur karena panen yang dihasilkan. Hingga saat ini pun tradisi menggantung ketupat ini juga masih dilakukan di beberapa tempat.

Yang digantung adalah ketupat kosong. Ketupat kosong yang digantung di pintu-pintu rumah itu dipercaya sebagai cara untuk menolak bala atau musibah.

Ilustrasi ketupat di dalam besek. Ketupat merupakan sajian khas Lebaran di Indonesia. SHUTTERSTOCK/YSK1 Ilustrasi ketupat di dalam besek. Ketupat merupakan sajian khas Lebaran di Indonesia.

Lalu sejak kapan ketupat menjadi identik dengan Lebaran? Dijelaskan Fadly, ketupat menjadi hal yang lekat dengan Lebaran tidak lepas dari pengaruh Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga merupakan salah satu anggota dari Walisongo. Walisongo adalah para pendakwah yang menyiarkan agama Islam di Pulau Jawa di masa abad ke-15 dan ke-16.

Baca juga: Cara Membuat Ketupat Janur Padat dan Tidak Cepat Basi

Fadly mengatakan, Sunan Kalijaga lah yang mengkreasikan ketupat sebagai makanan khas Lebaran. Cara ini yang kemudian dianggap menarik minat masyarakat Jawa pada Islam.

"Titik tolaknya ketika Sunan Kalijaga menyebarkan Islam di kalangan masyarakat Jawa yang saat itu masih transisi beragama Islam," jelas Fadly.

Dalam perkembangannya, ketupat akhirnya mulai menyebar ke banyak daerah dan memiliki penamannya masing-masing.

Misalnya di Jawa dan Sunda, disebut “kupat”. Kemudian masyarakat Melayu menyebutnya “ketupat”. Sedangkan Di Bali, masyarakat menyebutnya dengan tipat. Ada juga wilayah lain yang menyebut ketumpat.

Tak jauh berbeda dengan Fadly, Sejarawan Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Rojil Nugroho Bayu, juga menyebut hubungan ketupat dengan Lebaran tidak lepas dari pengaruh Sunan Kalijaga.

Menurut dia, ketupat diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga walaupun sebenarnya itu bukan dari tradisi Timur.

"Ketupat ini dari tradisi lisan (cerita rakyat) mulai familiar saat Sunan Kalijaga dan nilai filosofinya tak ada kaitannnya dengan Islam," kata Rojil seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (30/5/2019).

Baca juga: Sejarah Ketupat, Sajian Lebaran di Indonesia yang Sudah Ada sejak Abad Ke-15

Warga membeli janur dan kulit ketupat di kawasan Palmerah, Jakarta, Rabu (12/5/2021). Mereka menjual dengan harga Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per ikat.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Warga membeli janur dan kulit ketupat di kawasan Palmerah, Jakarta, Rabu (12/5/2021). Mereka menjual dengan harga Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per ikat.

Filosofi dan makna ketupat

Ketupat bukan sekadar makanan. Menurut Rojil ada makna di balik penyajian ketupat. Orang Jawa dan Sunda, kata Rojil, memaknai ketupat sebagai pengakuan kesalahan.

"Maknanya, 'kulo lepat, ngaku lepat' (Saya salah, saya mengakui kesalahan)," kata dia.

Dengan mengaku lepat (salah) dan minta maaf, saat kesalahan termaafkan maka persaudaraan bisa terjalin.

Sedangkan menurut sejarawan Belanda yang mengkhususkan diri terhadap sejarah Jawa, HJ de Graff, ketupat adalah simbol perayaan hari raya Islam di masa pemerintahan Demak saat dipimpin Raden Fatah di awal abad ke-15, dikutip dari Harian Kompas, Sabtu (19/9/2009), yang bersumber dari Malay Annal (1912).

Baca juga: Melihat Makna Ketupat sebagai Fenomena Kebudayaan Indonesia...

De Graff menduga, alasan pembungkusan ketupat memakai janur berkaitan dengan budaya di wilayah pesisir.

Hal ini karena pohon kelapa banyak tumbuh di dataran rendah. Selain itu, adanya warna kuning memberikan arti khas yang membedakan dari warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur.

(Sumber:Kompas.com/Nur Rohmi Aida | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com