Alih-alih masalah serius, badai Matahari Mei 2024 disebut-sebut menyebabkan cahaya berwarna-warni, meliputi merah, hijau, dan ungu, menari-nari menghiasi langit malam di sejumlah negara.
Cahaya bernama aurora tersebut biasanya hanya dapat dinikmati di negara-negara yang dekat dengan wilayah kutub Bumi.
Namun, imbas badai geomagnetik, penampakan aurora dapat dilihat di sejumlah negara seperti Jerman, Swiss, China, Inggris, Amerika Serikat, dan negara lain.
Ilmuwan di SWPC NOAA, Rob Steenburgh mengatakan, sebagian penduduk Bumi tidak perlu melakukan apa pun terkait fenomena badai Matahari ekstrem ini.
"Bagi kebanyakan orang di planet Bumi, mereka tidak perlu melakukan apa pun. Itu benar-benar anugerah dari cuaca luar angkasa, aurora," ujarnya.
Sebelumnya, badai Matahari paling hebat dalam sejarah yang terjadi pada 1859 juga memicu fenomena aurora di Amerika Tengah hingga Hawaii.
Badai saat itu menimbulkan dampak pada saluran transmisi tegangan tinggi untuk jaringan listrik, tetapi tidak bagi saluran listrik yang biasa ditemukan di rumah-rumah penduduk.
Sementara itu, badai geomagnetik ekstrem pada 2003 turut berdampak pada satelit, yang pada gilirannya mengganggu layanan navigasi dan komunikasi di Bumi.
Peristiwa sekitar 20 tahun lalu itu bahkan mematikan aliran listrik di Swedia dan merusak trafo listrik di Afrika Selatan.
Tak sampai di situ, menurut NOAA, saat badai sudah reda, sinyal antara satelit GPS dan penerima di darat masih kacau atau hilang.
Namun, Steenburgh menyebut, ada begitu banyak satelit navigasi, sehingga pemadaman listrik tidak akan berlangsung lama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.