Bhima berujar, ketidaktegasan regulasi disertai hasil yang kurang jelas dari lembaga investasi Apple itu pada akhirnya tetap membuat Indonesia hanya menjadi tujuan pasar.
Imbasnya, perusahaan-perusahaan teknologi lain mulai meniru untuk "mengakali" kewajiban TKDN di Tanah Air, sehingga nilai kandungan komponen impor masih cukup tinggi.
"Karena birokrasinya, tujuannya ingin meningkatkan TKDN tapi tidak konsisten, tidak diawasi dengan serius, dan akhirnya justru menjdi celah untuk tetap bergantung pada impor barang-barang elektronik," ucap Bhima.
Baca juga: 7 Rahasia Sukses Steve Jobs, Pendiri Apple
Dari sisi Vietnam, Bhima menilai, negara ini menyediakan tenaga kerja dengan pendidikan sesuai kualifikasi atau keahlian yang lebih baik daripada tenaga kerja Tanah Air.
Hal tersebut membuat negara ini mampu mengisi manufaktur teknologi informasi maupun barang-barang berteknologi tinggi.
Keunggulan Vietnam dari segi pengembangan industri manufaktur turut dipicu pembangunan infrastruktur yang lebih fokus dengan biaya logistik lebih rendah.
"Makanya porsi industri manufaktur di Vietnam itu terakhir 23,3 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto), Indonesia 18,6 persen dari PDB. Jadi mereka fokus untuk mengembangkan industri manufakturnya," papar Bhima.
Baca juga: Luhut Ungkap Tugas dari Jokowi Jadi Koordinator Investasi Apple di IKN
Dibandingkan Indonesia, Vietnam juga lebih diuntungkan dari segi lokasi yang berdekatan dengan China.
Menurut Bhima, perang dagang Amerika Serikat dan China menyebabkan negara ini menjadi incaran lokasi produksi manufaktur produk teknologi informasi.
"Jadi geostrategi dari Vietnam ini menguntungkan perdagangan internasional," kata dia.
Tidak hanya itu, Vietnam dalam beberapa tahun terakhir pun banyak melakukan perjanjian bilateral dan kerja sama mutilateral yang efektif dengan negara Eropa dan Amerika Serikat.
Langkah tersebut turut memberi keuntungan bagi negara ini, termasuk dalam hal ekspor.
"Ini membuat Vietnam banyak menikmati kebebasan bea masuk untuk negara -negara tujuan ekspor utama," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.