Menanggapi mengapa lebih banyak pasien yang tidak diizinkan keluar, Kementerian Pertahanan Israel mengatakan bahwa penyeberangan Rafah diatur oleh Mesir.
Tidak ada batasan sejauh yang diketahui Israel mengenai jumlah pasien yang dapat menyeberang di perbatasan Rafah untuk mendapatkan perawatan medis di luar Jalur Gaza.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Mesir, Kementerian Luar Negeri Mesir, dan otoritas perbatasan Palestina menolak untuk menjawab mengenai proses evakuasi pasien dari Gaza.
Pada awal November 2023, pemerintah Turkiye mengatakan bahwa mereka bersedia menampung hingga 1.000 pasien kanker, sementara UEA mengumumkan bahwa mereka juga akan menampung 1.000 pasien kanker dan 1.000 anak-anak yang terluka.
"Jika Gaza memberi kami daftar 600 orang, kami tidak memilih-milih jumlah tertentu. Bagi kami, semakin banyak pasien dan korban luka yang dapat dikirim, semakin baik. Kami memiliki kapasitas untuk merawat mereka semua," kata salah satu pejabat Turkiye.
Baca juga: 80 Jenazah Warga Palestina Dikembalikan Israel ke Gaza
Perang telah memunculkan monopoli yang menguntungkan, dengan salah satu biro perjalanan Mesir, Hala, dilaporkan membebankan biaya kepada warga Palestina sebesar 5.000 dollar AS atau Rp 78 juta per orang untuk meninggalkan Gaza dalam waktu satu hingga dua minggu.
Sebelum perang, biro perjalanan ini biasanya mengenakan biaya sekitar 350 dollar AS atau Rp 5,4 juta per orang untuk pergi dari Gaza ke Mesir.
Setelah 7 Oktober, harganya dilaporkan melonjak menjadi hampir 12.000 dollar AS atau Rp 1,8 miliar per orang, sebelum perusahaan membatasinya menjadi 5.000 dollar AS atau Rp 78 juta untuk orang dewasa Palestina dan 2.500 dollar AS atau Rp 39 juta untuk anak-anak, meskipun Hala tidak mengiklankannya secara resmi.
Biaya untuk mengevakuasi satu orang dewasa ini lebih dari empat kali lipat gaji tahunan rata-rata di Gaza.
Seorang pria Palestina, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan bahwa ia harus membayar untuk masuk ke kantor perusahaan dan melakukan pembayaran tambahan sebesar 300 dollar AS atau Rp 4,6 juta kepada seorang anggota staf di Hala untuk memasukkan keluarganya ke dalam daftar evakuasi.
Ini merupakan tambahan dari 10.000 dollar AS atau Rp 156 juta yang ia bayarkan untuk mengevakuasi istri dan kedua anaknya.
Tingginya permintaan juga memunculkan pasar sekunder bagi para calo yang memanfaatkan keputusasaan warga Palestina yang memiliki keluarga yang terjebak di Gaza dan mengeklaim bahwa mereka dapat menempatkan orang-orang di urutan teratas dalam daftar evakuasi dengan sejumlah bayaran.
Baca juga: WHO Sebut Sudah Tidak Ada Rumah Sakit yang Berfungsi di Gaza
Padahal di Gaza, waktu hampir habis untuk Siham dan pasien kanker seperti dirinya, yang terjebak dalam peraturan yang tidak jelas dan birokrasi yang berbelit-belit di perbatasan.
Putus asa untuk mengeluarkannya, putranya, Saqr, mengatakan bahwa ia mencoba mengatur agar Siham bisa dievakuasi melalui perusahaan Hala.
"Jika kami punya uang, kami tidak akan ragu-ragu. Ketika kami bertanya tentang evakuasi pribadi, mereka mengatakan bahwa minimum yang diminta Hala adalah 5.000 dolar AS, tetapi kami tidak mampu membayar 5.000 dollar AS," ujarnya.
Setelah upaya pertamanya untuk menyeberang, Siham mengatakan bahwa ia telah kembali ke perbatasan empat kali untuk melihat apakah mereka akan mengizinkannya masuk karena namanya telah disetujui.
Namun, ia ditolak oleh otoritas perbatasan Palestina, dan kesehatannya kini semakin memburuk tanpa obat-obatan.
"Saya hampir tidak bisa berjalan selangkah pun tanpa merasa pusing. Saya tidak tahu apa yang mereka tunggu," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.