Tahapan pertama adalah idealisasi pikiran pelaku love bombing yang akan banyak memberikan pujian berlebih terhadap pasangannya, rutin mengirim pesan romantis, sering menelepon, dan kerap memberikan hadiah secara-terus menerus.
"Love bomber akan menyanjung kita dan gencar mengirim pesan, bahkan telepon setiap saat. Mengirim hadiah tanpa ada konteks tertentu, dan semua akan berlangsung secara cepat, supaya love bomber bisa segera mendapat perhatian," kata Ratna.
Tindakan-tindakan tersebut akan dilakukan oleh pelaku secara intensif agar mereka bisa segera mendapatkan perhatian dari calon pasangan atau pasangannya.
Tahapan selanjutnya adalah devaluasi, yaitu memberikan reaksi negatif tanpa memedulikan kondisi orang lain.
Pelaku love bombing tidak akan peduli dengan kondisi di sekitarnya, karena ia hanya fokus pada dirinya dan keinginannya sendiri.
"Contoh dari devaluasi adalah ketika pelaku love bombing menelepon dan teleponnya tidak segera diangkat, maka pelaku akan langsung memaki atau mengancam orang tersebut," jelas Ratna.
Tak hanya menunjukkan perilaku atau sikap agresif, love bombing yang termasuk pelecehan psikologis apabila seseorang kerap berkata kasar, mengancam, menuduh, atau playing victim, yaitu melemparkan kesalahan kepada orang lain atau pasangan.
Baca juga: 15 Kutipan Cinta Nizar Qabbani, Bisa Dijadikan Status WhatsApp
Menurut Ratna, terjadinya love bombing bisa berasal dari dua faktor, yaitu dari internal atau datang dari diri pelaku love bombing, serta dari korban love bombing.
Pelaku love bombing biasanya memiliki kepribadian yang narsistik, di mana mereka suka menjadi pusat perhatian.
Maka dari itu, love bomber akan memberikan banyak tindakan romantis kepada calon pasangan atau pasangannya supaya perhatian mereka berpusat pada pelaku.
Selain narsistik, love bomber juga memiliki kepribadian pencemas.
"Kepribadian pencemas sendiri berangkat dari seseorang yang merasa kesepian, sehingga mereka akan memaksa orang lain untuk bisa memenuhi apa yang love bomber inginkan," ujar Ratna.
Love bomber merasa orang lain harus bisa menerima segala tindak-tanduknya, padahal pelaku love bombing sendiri tidak bisa menjaga emosional mereka.
Pelaku love bombing cenderung tidak bisa mengontrol emosi mereka karena mereka ingin semua berjalan sesuai dengan kemauan mereka.
Baca juga: Mengapa Pelaku Bullying Merasa Bangga Usai Menyakiti Korban? Ini Kata Psikolog
Sementara itu, orang yang dikenai atau korban love bombing biasanya adalah orang-orang yang mudah dikendalikan dan tidak tegas.