Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klaim Presiden dan Menteri Boleh Kampanye, Jokowi Dinilai Merusak Moral Politik

Kompas.com - 25/01/2024, 08:45 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa seorang presiden boleh kampanye dan memihak pada salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Hal itu Jokowi sampaikan saat menghadiri acara penyerahan pesawat C-130-30 Super Hercules A-1344 di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1/2024).

Tak hanya presiden, Jokowi juga menyebutkan bahwa menteri diperbolehkan kampanye dan memihak.

“Kan demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Yang paling penting presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh,” ujar Jokowi.

Hal itu didasarkan karena presiden dan menteri merupakan pejabat publik publik sekaligus pejabat politik.

Lantas, benarkah presiden dan menteri boleh memihak dan kampanye?

Baca juga: Rencana Mundurnya Mahfud Dinilai Jadi Pukulan Telak bagi Jokowi, Ini Alasannya

Merusak etika dan moral

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari mengatakan, secara aturan memang presiden dan menteri diperbolehkan memihak.

Akan tetapi, problem yang terjadi dari hal itu adalah sikap tersebut berpotensi merusak etika dan moral.

"Secara ketentuan undang-undang, memang kesannya presiden tidak menabrak ketentuan Pasal 281 UU Pemilu (UU Nomor 7 Tahun 2017), jika kemudian presiden melakukan cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara," ujar Feri saat dihubungi Kompas.com, Rabu.

"Tapi problematikanya bukan problem normatif peraturan perundang-undangan. Problemnya adalah kerusakan etika dan moral," lanjutnya.

Pasalnya, Jokowi akan mendukung anaknya, Gibran Rakabuming Raka yang diajukan sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Apalagi, Gibran tidak diusung oleh partai pengusung ayahnya, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Padahal, seorang presiden biasanya akan mendukung capres yang diajukan oleh partainya sendiri. Namun, Jokowi kali ini tidak melakukan hal tersebut.

"Ini kan kerusakan etika berpolitik, berpartai, dan menjalankan wewenang kekuasaan bernegara. Letaknya adalah panggilan etika dan moral," katanya.

Baca juga: Saat Isu Keinginan Jokowi Bertemu Megawati Ditepis PDI-P dan Istana...

Melanggar prinsip UU Pemilu

Sementara itu, ahli hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menyatakan, presiden dan menteri tak boleh berkampanye atau menyatakan dukungan secara terbuka.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com