KOMPAS.com - Warganet di media sosial Twitter dan TikTok ramai membahas mengenai seorang ayah yang memarahi anaknya karena memainkan game RP atau roleplay.
Alasan sang ayah marah karena anaknya memainkan roleplay secara online bersama para pengguna TikTok yang tak dikenalnya.
Selain itu, game roleplay yang dimainkan juga berbau dewasa. Bahkan dalam game yang dimainkan, si anak memainkan peran sudah memiliki anak dengan user lain di game tersebut.
Dalam video tersebut terlihat sang anak menangis saat dimarahi ayahnya.
Salah satu akun yang mengunggah mengenai cerita tersebut adalah akun TikTok @jeshagalau pada 16 Juni 2023.
Game roleplay sendiri merupakan jenis atau genre game. Permainan tersebut akan meminta para pemain untuk memainkan karakter tertentu.
Dikutip dari laman Kompas.com (19/6/2023), contoh game roleplay antara lain Ragnarok Online, Genshin Impact, Seal, Final Fantasy, Dragon Quest, Dragon Quest, dan masih banyak lagi.
Adapun untuk video viral anak yang dimarahi ayahnya karena bermain game roleplay tersebut, tidak diketahui dengan jelas nama dari permainan yang dimainkan.
Lantas, adakah dampak seorang anak memainkan game role play?
Baca juga: Game Roleplay Viral di TikTok, Apa Itu?
Psikolog dari Personal Growth Shierlen Octavia menjelaskan, pada dasarnya aktivitas roleplay atau pretend play merupakan aktivitas bermain yang umum dilakukan anak-anak dan dimulai saat anak berusia sekitar 15-18 bulan.
Aktvitas roleplay yang dilakukan anak-anak itu biasanya belajar meniru dari orang lain terutama anak yang lebih tua atau orang dewasa
"Anak-anak biasanya akan berpura-pura menjadi orang dewasa. Misalnya, anak mungkin akan membayangkan dirinya sebagai seorang dokter atau ibu rumah tangga, dan sebagainya," terangnya saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/6/2023).
Ia menjelaskan, roleplay sebenarnya bisa berdampak positif pada perkembangan anak, sebagaimana ditunjukkan dalam sejumlah penelitian yang ada.
Penelitian menunjukkan bahwa bermain peran bisa membantu anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir, sosial, bahkan mengelola emosi.
Hal ini karena saat bermain peran, anak akan dituntut untuk berpikir dan menjelaskan kejadian melalui sudut pandang orang lain.