KOMPAS.com - Indonesia mengalami suhu panas pada beberapa waktu terakhir ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa penyebab suhu panas di Indonesia disebabkan karena adanya gerak semu Matahari.
Gerak semu Matahari merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun. Potensi suhu udara panas seperti itu dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Baca juga: BMKG Sebut Indonesia Tidak Alami Gelombang Panas, Ini Alasannya
Lantas kapan suhu panas di Indonesia mencapai puncak dan kapan suhu panas tersebut akan berakhir?
Baca juga: Suhu Panas di Indonesia: Penyebab, Dampak, dan Kapan Puncaknya?
Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan bahwa Indonesia berada di wilayah tropis, di mana sepanjang tahun suhu temperatur rata-ratanya adalah 25 derajat Celsius di pagi hari dan 33-34 derajat Celsius di siang hari.
Meskipun demikian, ada dua periode dalam satu tahun ketika Matahari melintas dan mendekati Khatulistiwa.
"Sebagai efeknya, misal ketika Matahari melintasi mendekati khatulistiwa pada akhir Maret, maka dua bulan berikutnya yaitu April dan Mei suhu atau temperatur di sekitar wilayah Indonesia itu akan naik dan terasa lebih panas," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (28/4/2023).
"Namun memang ada jedanya dan tidak naik secara langsung. Itu kalau kita sebut adalah salah satu akibat dari gerak semu Matahari," sambungnya.
Ia menyampaikan bahwa biasanya Matahari akan melintas di khatulistiwa pada Maret dan September setiap tahunnya.
"Jadi, periode panas yang dirasakan sekarang di Indonesia akhir-akhir ini adalah konsekuensi dari gerak semu Matahari yang berlangsung biasanya pada April dan Mei setiap tahunnya yang berakibat pada temperatur suhu menjadi lebih hangat dari biasanya," tandasnya.
Baca juga: 5 Penyebab Suhu Panas di Indonesia Menurut BMKG
Selain itu, gerah yang dirasakan oleh masyarakat juga terjadi karena uap air dari transisi musim hujan ke musim kemarau.
"Jadi ketika temperatur suhu naik, lalu kelembapan udara juga masih tinggi, maka itu membuat rasa tidak nyaman yang akhirnya dirasakan masyarakat menjadi gerah," ungkapnya.
Kendati demikian, Ardhasena menyampaikan bahwa cuaca panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini tidak berhubungan dengan kemarau.
"Cuaca panas ini bukan merupakan sebab akibat dengan adanya kemarau, karena kemarau itu merupakan salah satu musim yang pasti akan terjadi," jelasnya.
Ia mengatakan, Indonesia nantinya juga akan masuk ke musim kemarau yang akan dimulai dari akhir Mei hingga September. Namun, setiap tempat dan wilayah akan memiliki musim kemarau yang berbeda-beda termasuk intensitas panasnya.
Namun secara umum di seluruh Indonesia akan memasuki kemarau pada akhir Mei hingga September 2023.
Baca juga: 4 Hal yang Perlu Dihindari Saat Melihat Gerhana Matahari
Ardhasena menyampaikan bahwa cuaca panas dirasakan oleh sebagian besar wilayah di Indonesia yang intensitas panasnya juga hampir sama rata.
"Matahari kan lokasinya sama jauhnya, jadi tidak ada pembedaan. Barangkali yang membedakan suhu di setiap wilayah itu berbeda adalah letak geografis," kata dia.
Di mana wilayah-wilayah yang berada di dataran rendah akan menjadi lebih hangat dibandingkan dengan wilayah yang ada di dataran tinggi.
Ia mengungkapkan, penyebabnya adalah karena kerapatan udara di dataran rendah yang lebih rapat dibandingkan dengan kerapatan udara di dataran tinggi. Sehingga dengan kerapatan udara tersebut bisa menyimpan panas lebih banyak.
"Jadi suhu panas itu tidak berdasarkan lokasi administrasinya, namun berdasarkan letak geografis suatu wilayah," jelasnya.
Baca juga: 7 Tips untuk Menghadapi Cuaca Panas dari Dokter dan Ahli Nutrisi
Ardhasena menyampaikan, secara umum periode panas atau pancaroba (masa peralihan musim hujan ke musim kemarau) biasanya akan terjadi pada April dan Mei. Di mana suhu atau temepraturnya sudah akan lebih turun dari tingkat yang saat ini.
"Sebetulnya saat ini suhunya juga sudah mulai menurun dibandingkan beberapa hari yang lalu," ucapnya.
"Meskipun begitu, suhu panas kemungkinan akan membaik pada April dan Mei nanti," pungkasnya.
Baca juga: Musim Kemarau 2023: Daerah yang Sudah Memasuki, Puncak, dan Durasinya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.