KOMPAS.com - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menghadapi situasi pelik belakangan ini.
Luhut sebelumnya gagal melobi Pemerintah China soal suku bunga Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini sempat mengatakan, ia bertekad melobi agar suku bunga kereta cepat turun menjadi 2 persen, tapi hal tersebut gagal terwujud.
Di saat yang hampir bersamaan, ia juga didesak untuk mencari solusi setelah ditolaknya wacana impor KRL bekas dari Jepang oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Baca juga: Luhut Ajak Ketua Komisi Pembangunan China Zheng Shanjie Lihat Langsung Proyek KCJB dan IKN
Kereta cepat yang digadang-gadang menjadi wajah baru moda transportasi Indonesia belum juga selesai sejak dibangun tahun 2016 lalu.
Dilansir dari Kompas.id, Luhut mengatakan bahwa Indonesia dan China menyepakati angka pembengkakan biaya sebesar 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp 17,6 triliun.
Hal tersebut diungkap Luhut setelah melakukan kunjungan kerja ke China pada 4-6 April 2023 lalu.
Di samping kesepakatan soal pembengkakan biaya, Luhut juga mengatakan bahwa Pemerintah berusaha untuk menurunkan suku bunga kereta cepat.
Luhut mengatakan bahwa Pemerintah ingin suku bunga proyek tersebut turun menjadi 2 persen.
Namun, keinginan tersebut urung terwujud karena alotnya negosiasi dan China hanya menyetujui penurunaan suku bunga sebesar 3,4 persen.
"Enggak ada masalah (bunga tidak 2 persen). Negara kita ini makin baik, makin efisien. Penerimaan pajak kita naik 48,6 persen dari tahun lalu (menjadi Rp 162,23 triliun) karena banyak efisiensi melalui digitalisasi," ujar Luhut.
Baca juga: 4 Fakta Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Konsesi 80 Tahun, China Minta APBN Jadi Jaminan
Di saat suku bunga kereta cepat gagal ditekan, Luhut menyampaikan bahwa Pemerintah sedang melakukan negosiasi terkait pinjaman 560 juta dollar AS atau setara Rp 8,2 triliun dari China.
Pinjaman sebesar itu akan digunakan untuk menutup pembengkakan biaya kereta cepat yang sudah dibangun tujuh tahun yang lalu.
Luhut mengatakan, kesepakatan soal pembengkakan biaya kereta cepat merupakan hasil dari audit kedua negara.
Dari situ, biaya keseluruhan kereta cepat mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 106 triliun.
Baca juga: Jerat Utang Proyek Megah Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Di tengan rumitnya pembengkakan biaya kereta cepat, China juga meminta agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD) dijadikan jaminan pembayaran proyek ini.
Dilansir dari Kompas.com, Luhut mengatakan bahwa prosedur menjadikan APBN sebagai jaminan kereta cepat memerlukan proses yang panjang.
Namun, ia menawarkan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) sebagai penjamin utang kereta cepat.
"Kami dorong melalui PT PII karena ini struktur yang baru dibuat pemerintah Indonesia sejak 2018," ujar Luhut.
Baca juga: Kini Jakarta-Bandung Telah Dihubungkan Rel Kereta Cepat