"Perlu menciptakan produk-produk yang kualitasnya tidak kalah saing dari luar. Misalnya dari segi kekuatan, kerapihan jahit, model, warna, dan aksesorisnya," jelasnya.
Selain itu, produsen pakaian lokal sebaiknya beralih menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan. Ini membuat produk itu bisa dipakai dalam jangka panjang atau diwariskan.
Contohnya, dari bahan katun organik, serat rami, kain linen, wol, serat bambu, kasmir, atau serat kedelai.
"Atau kain daur ulang. Misalnya, kain berbahan kimia dapat digunakan lagi untuk sarung bantal atau tas. Cukup membuat terobosan yang mengalihkan perhatian konsumen dari produk thrift shop ke produk lokal," tambahnya.
Menurut Christine, UMKM juga perlu menekan harga penjualan produk lokal agar tidak berbeda jauh dari pakaian impor bekas yang dijual toko thrift. Ini terutama ditujukan untuk menarik minat remaja sebagai kelompok yang paling mudah terpengaruh oleh iklan dan tren.
Ia menambahkan bahwa pihak pemerintah, UMKM, dan organisasi masyarakat perlu memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya dari penggunaan pakaian impor bekas.
"Indonesia harus membuat produk yang sama kuatnya, sama bagusnya, dengan harga yang sedikit miring. Ini bisa menjadi bahan evaluasi untuk membuat perekonomian UMKM berkembang kembali," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.