Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Dilema Kecerdasan Buatan di Ruang Perguruan Tinggi: Pemimpin Harus Bagaimana?

Kompas.com - 11/02/2023, 07:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Singapura juga tidak melarang penggunaan ChatGPT. Mengutip ZDN, Menteri Pendidikan Singapura, Chan Chun Sing, berpendapat bahwa, “In a more uncertain world, we must also teach our students to embrace and learn to work with tools in the new normal that have a range of outcomes beyond a deterministic outcome, like [one produced by] a calculator.”

Dari perspektif ini, Singapura ingin agar dunia pendidikan tinggi menyambut teknologi dan menggunakannya untuk kepentingan pengajaran.

Tak ada yang salah dengan kedua perspektif tersebut, karena setiap pihak menggunakan kacamata yang berbeda menanggapi kasus ChatGPT. Namun, saya coba memahami ini dari sudut pandang lain.

Menurut saya, ChatGPT dan aplikasi lainnya memang memudahkan kita untuk melakukan berbagai kegiatan. Namun, kita seperti terlalu mengandalkan teknologi, yang membuat teknologi bersifat deterministik.

Menurut Dafoe (2015), determinisme teknologi adalah pendekatan yang mengatakan bahwa ia memiliki otonomi dan membentuk masyarakat.

Apabila kita melihat fenomena penggunaan ChatGPT, ada pergeseran yang cukup signifikan bagaimana metode dan sudut pandang sivitas akademika terhadap proses keilmuan.

ChatGPT dianggap sebagai solusi untuk kebuntuan ilmiah. Bukannya mengandalkan pemikiran orisinil dari pikiran kita sendiri, kita malah beralih menggunakan ChatGPT untuk mengatasi kebuntuan tersebut.

Sikap seperti ini yang membuat cara pandang kita terhadap teknologi berubah. Teknologi dianggap sebagai solusi, bukan lagi tools yang membantu kita.

Pola pikir ini bahaya, mengubah teknologi menjadi subjek, bukan lagi objek. Ini juga akan menyulitkan tugas perguruan tinggi, yang bertujuan membentuk generasi muda menjadi generasi kreatif, inovatif, tangguh, dan cerdas.

Tak hanya itu, penggunaan jalan pintas tersebut akan membuat mahasiswa/i berpikir instan dan cenderung mudah menyerah.

Profesor Rhenald Kasali menyebut generasi sekarang adalah generasi strawberry, yang memiliki ide brilian, tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Bahkan, sudah ada beberapa mahasiswa/i yang menganggap kuliah sangat berat.

Implikasi terhadap dunia pendidikan tinggi

ChatGPT dan aplikasi AI lainnya kemungkinan akan membuat mahasiswa/i tidak lagi berusaha untuk melakukan proses mencari, menggali, dan dialektika, yang kesemuanya merupakan proses penting dalam ilmu pengetahuan.

Jika kita melihat kembali ke belakang, semua produksi pengetahuan yang kita gunakan sekarang merupakan hasil buah pikir orisinil manusia. Mulai dari Isaac Newton, Michael Faraday, Albert Einstein, dan lain-lain.

Melalui pergulatan intelektual panjang dengan menggunakan metode ilmiah yang berlaku, pengetahuan yang mereka hasilkan membawa dampak besar bagi dunia.

Dalam perkembangan ilmu sosial, pemikiran filosofis, mulai dari stoikisme hingga eksistensialisme, tidak membutuhkan tools apapun, kecuali pikiran kita dan proses dialektika yang dilakukan.

Namun, kita menggunakan perspektif para filsuf tersebut untuk mengarungi kehidupan. Adanya aplikasi berbasis AI membuat pergulatan tersebut tidak begitu penting karena langsung menunjukkan hasil dari pergumulan tersebut.

Seorang dosen di Wharton School of Business di Pennsylvania melakukan uji coba bagaimana ChatGPT menjawab pertanyaan-pertanyaan ujian.

Hasilnya luar biasa. ChatGPT mendapatkan nilai antara B- dan B. Ini dengan catatan bahwa ChatGPT tidak akan mengalami perkembangan. Saya yakin ChatGPT akan terus berkembang, yang akhirnya melampaui nilai B.

Artinya adalah ChatGPT dapat berpotensi mendelegitimasi proses produksi pengetahuan. Tidak hanya ChatGPT, aplikasi AI lainnya juga demikian.

Proses menjadi tidak berarti di hadapan aplikasi AI. Sehingga nantinya, perguruan tinggi akan kesulitan menghasilkan lulusan yang memiliki pola pikir yang dibutuhkan.

Sebaliknya, akan muncul generasi instan yang tidak menghargai proses untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, universitas gagal melakukan edukasi penting terhadap mahasiswa/i.

Penggunaan aplikasi AI akan membuat sivitas akademika kurang dapat menghasilkan pengetahuan yang holistik dan timeless.

Hal ini karena semua sudah tersedia di ChatGPT dan aplikasi AI lainnya. Kita hanya tinggal mengetikkan pertanyaan dan kata kunci yang relevan mampu menghasilkan jawaban yang terstruktur.

Tak ada eksperimen pemikiran yang melelahkan. Semuanya sudah tersistematisasi melalui kecerdasan buatan.

Neil Postman, seorang pendidik, penulis, dan kritikus budaya, telah menuliskan implikasi dari perkembangan teknologi. Dia menyebut peradaban ini sebagai teknopoli.

Dalam bukunya yang berjudul Teknopoli: Budaya, Saintisme, Monopoli Teknologi, Neli menjelaskan bahwa teknologi adalah sebuah keadaan budaya dan merupakan kondisi pikiran.

Teknopoli adalah pendewaan teknologi, yang berarti budaya mencari otorisasi dalam teknologi, menemukan kepuasan dalam teknologi, dan menerima tatanannya dari teknologi.

Kehidupan inilah yang saat ini kita jalani. Dengan masuknya teknologi kecerdasan buatan ke dalam dunia pendidikan, menciptakan iklim seperti halnya yang dilakukan Socrates pada zaman Yunani menjadi sulit.

Pemimpin perguruan tinggi dihadapkan pada kemudahan teknologi, yang membuat proses tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang berharga.

Padahal, Rene Descartes mengatakan bahwa jika kita berpikir, maka kita ada. Berpikir merupakan simbol dari keberadaan kita.

Banyak hal yang kita gunakan merupakan hasil olah pikir kita. Namun, dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat dan canggih, sivitas akademika seakan dibebaskan kewajibannya untuk berpikir mencari jawaban dari sebuah pertanyaan.

Hal ini akan menjadi masalah di perguruan tinggi. Pemimpin perguruan tinggi harus mencari solusinya agar insan pendidikan tinggi tetap dapat mencetak generasi yang tangguh, inovatif, dan berdaya saing tinggi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Update Kasus Bos Rental Tewas di Pati: Polisi Tetapkan 4 Orang Tersangka, Korban Diketahui Pernah Lapor Polisi Februari 2024

Update Kasus Bos Rental Tewas di Pati: Polisi Tetapkan 4 Orang Tersangka, Korban Diketahui Pernah Lapor Polisi Februari 2024

Tren
Alasan Pisang Berubah Warna Menjadi Cokelat jika Disimpan Terlalu Lama

Alasan Pisang Berubah Warna Menjadi Cokelat jika Disimpan Terlalu Lama

Tren
Video Cahaya Terang Melintasi Langit Sumatera Selatan, Benarkah Meteor Jatuh?

Video Cahaya Terang Melintasi Langit Sumatera Selatan, Benarkah Meteor Jatuh?

Tren
Komnas Perempuan Kritik Budi Arie Usai Sebut Perempuan Lebih Kejam dari Laki-laki

Komnas Perempuan Kritik Budi Arie Usai Sebut Perempuan Lebih Kejam dari Laki-laki

Tren
Ramai soal Grup Facebook Jual-Beli Kendaraan 'STNK Only' di Pati, Ini Kata Kapolres Pati

Ramai soal Grup Facebook Jual-Beli Kendaraan "STNK Only" di Pati, Ini Kata Kapolres Pati

Tren
2 Menteri Jokowi Buka Suara soal Polwan Bakar Suami karena Judi Online

2 Menteri Jokowi Buka Suara soal Polwan Bakar Suami karena Judi Online

Tren
Berapa Gaji dan Tunjangan Briptu RDW yang Meninggal Dibakar Istri karena Judi Online?

Berapa Gaji dan Tunjangan Briptu RDW yang Meninggal Dibakar Istri karena Judi Online?

Tren
Data Pegawainya Disebut Bocor dan Beredar di 'Dark Web', Ini Penjelasan Kemenko Perekonomian

Data Pegawainya Disebut Bocor dan Beredar di "Dark Web", Ini Penjelasan Kemenko Perekonomian

Tren
4 Fakta Oknum Anggota Polres Yalimo Bawa Kabur Senjata, 4 AK China Raib

4 Fakta Oknum Anggota Polres Yalimo Bawa Kabur Senjata, 4 AK China Raib

Tren
Kronologi Pesawat Wakil Presiden Malawi Hilang saat Berencana Hadiri Pemakaman

Kronologi Pesawat Wakil Presiden Malawi Hilang saat Berencana Hadiri Pemakaman

Tren
41 Link Pengumuman UTBK SNBT 2024 dan Cara Ceknya

41 Link Pengumuman UTBK SNBT 2024 dan Cara Ceknya

Tren
Ahli Ungkap Alasan Beruang dan Harimau di India Urung Berkelahi meski Sudah Ancang-ancang

Ahli Ungkap Alasan Beruang dan Harimau di India Urung Berkelahi meski Sudah Ancang-ancang

Tren
Kronologi Jurnalis Inggris Ditemukan Meninggal di Yunani, Sempat Hilang 4 Hari

Kronologi Jurnalis Inggris Ditemukan Meninggal di Yunani, Sempat Hilang 4 Hari

Tren
Profil Rustam Lutfullin, Wasit Indonesia Vs Filipina

Profil Rustam Lutfullin, Wasit Indonesia Vs Filipina

Tren
Upacara 17 Agustus Digelar di Dua Lokasi, Kok Bisa? Ini Kata Jokowi

Upacara 17 Agustus Digelar di Dua Lokasi, Kok Bisa? Ini Kata Jokowi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com