Adapun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 215 Tahun 1961, Studio Lokananta berubah status menjadi perusahaan negara dengan nama baru Perusahaan Negara (PN) Lokananta.
Bidang usaha Lokananta pun semakin luas, yakni menjadi label rekaman yang berfokus pada karya lagu daerah dan pertunjukan seni, serta penerbitan buku dan majalah.
Baca juga: Mengenal Masjid Raya Sheikh Zayed Solo, Hadiah dari UEA untuk Indonesia
Para musisi di Tanah Air mulai melakukan rekaman di Lokananta saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV pada 15 Agustus 1962.
Kala itu, sejumlah lagu daerah seperti "Rasa Sayange" dinyanyikan musisi lokal dan direkam dalam piringan hitam, kemudian dibagikan sebagai cendera mata.
Sejak itu, Lokananta pun mulai memberanikan diri memproduksi piringan hitam dari musisi terkenal, seperti Waldjinah, Titiek Puspa, Bing Slamet, Sam Saimun, dan maestro jazz Buby Chen.
Waldjinah tercatat sebagai musisi pertama yang merekam suaranya di Lokananta pada 1959.
Saat itu, ia membawakan lagu "Kembang Katjang" karya Gesang Martohartono alias Gesang, sang legendaris, pencipta Bengawan Solo.
Lokananta juga ikut merekam "Bengawan Solo" dan beberapa ciptaan Gesang lain, seperti "Jembatan Merah" dan "Sapu Tangan".
Baca juga: Profil Masjid Raya Al Jabbar, Disebut sebagai Ikon Baru Jawa Barat
Dikutip dari Kompas.com (31/12/2021), pengelola sekaligus pemilik dari Lokananta Solo adalah Perum Percetakan Negara RI atau PNRI.
PNRI sendiri merupakan sebuah BUMN yang bergerak di bidang percetakan dan penerbitan.
Sebelum dikuasai PNRI, aset Lokananta sempat berada di bawah pemerintah pusat melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika.
PNRI mengelola Lokananta sebagai PNRI Cabang Surakarta sejak 2004 setelah PN Lokananta dilikuidasi pemerintah pada 2001.
Lokananta saat ini menjadi salah satu obyek tujuan wisata di Surakarta, setelah difungsikan sebagai museum musik.
Di sana, pengunjung bisa melihat koleksi mesin-mesin yang pernah digunakan untuk duplikasi kaset audio, VHS, mesin pemotong pita kaset, hingga pemutar piringan hitam.
Mayoritas mesin di Lokananta merupakan produksi era 1960 sampai 1990.
Ada pula alat-alat perekam lawas yang tidak lagi terpakai, tetapi masih dirawat dengan baik, seperti konsol musik yang hanya ada dua di dunia, satu di Lokananta dan satu lagi di London, Inggris.
(Sumber: Kompas.com/Editor: Rachmawati, Muhammad Idris)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.