Iksan juga menanggapi mengenai adanya anggota Polri yang ditunjuk sebagai kuasa hukum para terdakwa.
Ia menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak boleh menjadi penasihat hukum.
Dalam sistem peradilan pidana, ada sub-sistem yang melaksanakan peran yang berbeda, yaitu penyelidik dan penyidik (polisi, PPNS, KPK, dll), jaksa penuntut umum, hakim, advokat/penasihat hukum.
Masing-masih memiliki tugas, fungsi, dan peran yang berbeda, sehingga tidak boleh saling merangkap, istilah hukumnya ada diferensiasi fungsional.
"Penasihat hukum haruslah seorang advokat, polisi aktif tidak boleh menjadi advokat. Jika terdakwa diancam pidana penjara 5 tahun/lebih dan tergolong tidak mampu, maka terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum yg ditunjuk oleh Penyidik/JPU/hakim secara gratis. Jadi bukan polisinya yang jadi penasihat hukumnya," tegasnya.
Baca juga: Meningkatkan Kesadaran Hukum Berkeluarga Bahagia
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar juga menegaskan bahwa polisi bertanggung jawab atas keamanan.
Polisi tidak bisa berubah fungsi menjadi seorang pengacara atau pembela dari terdakwa. Hal itu menyalahi kodrat dan melanggar hukum.
"Polisi itu memiliki tanggung jawab sebagai keamanan dalam proses persidangan dalan negeri. Jadi kalau polisi jadi penasihat hukum itu namanya petugas ikut main," ujarnya.
Dia menambahkan, biasanya kasus tersebut bukan kebijakan dari atas, tetapi lebih banyak improvisasi dari pimpinan yang dibawah.
Hal itu bisa dilaporkan kepada Kapolri dengan tembusan Presiden, KPK, dan Komnas HAM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.