Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Yusuf ElBadri
Mahasiswa Program Doktor Islamic Studies UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengkaji Islam dan Kebudayaan

Fenomena Sawer Qari

Kompas.com - 12/01/2023, 15:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENYAWER qari atau pembaca Al Quran merupakan fenomena baru di Indonesia. Kebiasaan menyawer qari sebelumnya tidak dikenal dalam khazanah tradisi Islam di kepulauan Nusantara.

Sawer dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti meminta uang kepada penonton atau penonton memberi uang kepada pemain pertunjukan. Awalnya sawer hanya terjadi pada pertunjukan keliling seperti kepang kuda atau topeng monyet.

Lambat laun sawer juga terjadi pada pertunjukan di panggung musik dan seni. Kini sawer-menyawer juga mulai muncul dalam perhelatan atau peringatan atau majelis ilmu ketika pembacaan Al Quran.

Baca juga: Sejarah Tradisi Islam di Nusantara

Aktivitas ini dikecam banyak ulama karena dianggap tidak punya etika majelis.

Tahun 2017, video seorang qari disawer atau diberi sejumlah uang oleh penonton viral dan mengundang decak kagum penonton. Peristiwa itu disebut terjadi di Pakistan.

Para penonton berkomentar bahwa suara qari yang bagus dan menusuk kalbu ketika membaca Al Quran layak mendapat penghargaan. Penghargaan itu adalah saweran berupa sejumlah uang dari penonton.

Hal itu dirasa pantas dilakukan sembari membandingkannya dengan saweran untuk penyanyi dan biduan musik. Agaknya, dari sinilah awal tradisi sawer mulai diterima dan berpengaruh dalam masyarakat muslim Indonesia dan kemudian dipraktikkan sebagai sebuah "tradisi" baru tanpa pertimbangan kepatutan.

Penerimaan atas suatu tradisi yang berasal dari luar tanpa daya kritis yang memadai memang telah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Bagi muslim Indonesia, tradisi umat Islam yang berasal dari luar cenderung selalu dipandang sebagai tradisi yang baik, sesuai dengan ajaran Islam atau sangat islami.

Padahal, kadang-kadang tradisi itu hanya tradisi masyarakat lokal tertentu, dan tidak jarang bertentangan dengan nilai dan tradisi Islam Indonesia.

Sebaliknya, tradisi umat Islam di Indonesia sering kali dipandang rendah atau bertentangan dengan Islam, meskipun tradisi itu baik dan sesuai dengan nilai Islam.

Mengapa tradisi asing begitu mudah diadopsi

 

Ada beberapa alasan kenapa suatu tradisi dari luar mudah diadopsi.  Pertama, karena dipraktikkan oleh suatu komunitas secara global. Perkembangan informasi tanpa batas dan hambatan membuat pengguna internet dengan mudah mengetahui perkembangan masyarakat di negara lain, sehingga dengan mengetahui suatu informasi, orang akan merasa sebagai bagian tak terpisahkan dengan masyarakat global.

Ketika seseorang sudah merasa bagian dari masyarakat global, orang akan melakukan apa yang sedang digandrungi sebagai bentuk keterlibatan. Dalam konteks ini, tradisi dan perilaku apapun akan diadopsi.

Alasan kedua, suatu tradisi diadposi karena dipraktikkan oleh suatu komunitas sesama penganut keyakinan atau ideologi. Praktik sawer terhadap pembaca Al Quran atau qari di Pakistan disukai oleh publik Indonesia karena Pakistan dinilai sebagai salah representasi dari Islam, selain negara-negara Timur Tengah.

Maka, kebiasaan muslim Pakistan pun dirasa layak untuk diadopsi dan dianggap tradisi Islam.

Baca juga: Umbul Dungo Apeman Rakyat, antara Adat Kejawen dan Tradisi Islam

Alasan ketiga, suatu tradisi atau kebiasaan diadopsi karena diapresiasi publik awam. Pamer kekayaan atau flexing dan viral adalah hal yang umumnya digandrungi pengguna media sosial.

Konten-konten yang mempertontonkan kekayaan, kesuksesan, dan kemegahan disukai penonton Indonesia dengan berbagai alasan. Demikian juga dengan konten viral. Orang akan melakukan apa saja demi viral di media sosial.

Barang kali karena video sawer qari disukai penonton dan dianggap sebagai menghargai pembaca Al Quran, maka sawer pun dilakukan. Dalam konteks sawer qari, dua hal ini, yaitu viral dan flexing, bertemu dalam satu momen yaitu pembacaan Al Quran. Satu sisi meniru video viral dan di lain sisi menunjukkan atau memamerkan kekayaan.

Karena tiga alasan itu, publik perlu diberi pengertian bahwa tidak semua tradisi muslim dunia sesuai dengan budaya dan nilai yang dianut Indonesia. Indonesia adalah bangsa yang tumbuh dengan adat istiadatnya sendiri.

Dalam konteks Islam, umat perlu memahami bahwa suatu tradisi dinilai baik bukan karena alasan ras, bangsa atau negara tertentu melakukannya, melainkan karena alasan Islam itu sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com