Hukum lingkungan di tiap negara selama ini tidak efektif mencegah dan meredam risiko-risiko atau dampak perubahan iklim. Mengapa demikian?
Hasil riset UNEP (2019:3) menemukan bahwa meskipun hukum-hukum lingkungan sudah menjadi ‘arus umum’ di seluruh dunia, namun ketentuan-ketentuan hukum itu umumnya hanya berhenti di kertas, sebab peraturan dan penegakkannya tidak lengkap, tidak efektif, dan tidak berkelanjutan.
Kita sebut contoh bahwa negara-negara pelopor ketentuan perlindungan lingkungan ialah UUD Swiss (1971), Yunani (1975), Papua New Guinea (1975), Portugal (1976, dan Spanyol (1978). UUD negara-negara ini pertamakali mengakui hak lingkungan sehat.
Baca juga: Ihwal Penegakan Hukum Lingkungan
Namun, awal abad 21, kualitas lingkungan hidup negara-negara ini, belum memenuhi indikator kehidupan manusia dan lingkungan sehat-lestari (Prescott Allen, 2001), khususnya indikator air sehat, tanah sehat, udara sehat, dan keberagaman-hayati.
Maka kini dibutuhkan perubahan paradigma penegakan hukum lingkungan, yakni kelahiran filosofi dan pelembagaan prinsip-prinsip negara-hukum lingkungan yang lazim disebut enviromental rule of law atau ecological rule of law. Belchior (2017:101) menyebut bahwa rule of law lingkungan menerapkan dan menegakan nilai-nilai sosial, lingkungan, dan ekonomis dari model pembangunan berkelanjutan; prinsip kesetaraan warga-negara melalui kontrol penggunaan sumber-sumber daya alam secara hukum.
Prinsip pembangunan berkelanjutan telah tercantum dalam UD 1945, misalnya Pasal 33 ayat (4) UUD 1945: “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
UUD 1945 juga mengakui kesetaraan tiap warga negara menurut hukum, prinsip negara hukum, dan hak hidup layak. Misalnya, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menetapkan: “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menetapkan hak tiap warga-negara atas hidup layak.
Prinsip-prinsip yuridis tersebut di atas berisi ketentuan UUD tentang ecological rule of law. Sebab ketentuan-ketentuan yuridis tersebut di atas merupakan dasar hukum bagi keadilan lingkungan, khususnya penerapan dan penegakan prinsip substansi dan prosedur hukum perlingkungan lingkungan secara nasional.
Sisi krusial dan penentu penerapan dan penegakan prinsip-prinsip negara-hukum lingkungan, menurut Dinnebier (2017:88-134) dan Leite et al. (2018:19, 23) ialah perubahan pola pikir dan filosofi kehidupan bangsa dan interaksi antara manusia dan alam hayat-hidup, yakni perubahan dari ideologi individualisme-neolib yang memburu untung ke ideologi lingkungan untuk kepentingan umum sehat-lestari generasi kini dan generasi akan datang yang dijabarkan dalam norma, prinsip, strategi dan pelembagaan hukum.
Karena itu, efektivitas hukum lingkungan melindung bangsa dan tumpah darah negara, dapat diraih melalui penerapan pinsip negara-hukum (rule of law). Hasil riset dan kajian empirik Dunn et al. (2015:286-287), misalnya, menemukan bahwa penerapan prinsip rule of law mengakui, menjamin, dan melindung hak-hak lingkungan tiap warga-negara.
Begitu pula kajian IUCN (2016:1-2) dan Scott (2016:203) menyatakan bahwa efektivitas penerapan dan penegakan hukum lingkungan bukan hanya ditentukan oleh pengakuan hak-hak lingkungan secara yuridis, tetapi sangat ditentukan oleh penerapan dan penegakan prinsip negara-hukum menjamin dan melindung hak-hak lingkungan dari rakyat.
Tidak ada cara lain mencegah lonjakan biaya kesehatan dan lingkungan akhir-akhi ini, kecuali melalui penerapan prinsip-prinsip negara-hukum sektor lingkungan. Kita baca hasil riset Barreira (2019:2-3), biaya kerugian lingkungan dan kesehatan akibat polusi udara dari sektor industri Eropa mencapai 100 miliar euro tiap tahun; hanya ecological rule of law dapat mencegah lonjakan biaya ini dan melahirkan pertumbuhan-hijau (green growth).
Sangat banyak penelitian empirik akhir-akhir ini menemukan bahwa penerapan dan penegakan prinsip rule of law lingkungan dapat meredam dan mencegah krisis lingkungan dan melahirkan pembangunan berkelanjutan.
Apa saja risiko dan krisis lingkungan dapat diredam oleh penerapan dan penegakan prinsip negara-hukum sektor lingkungan? Para peneliti tersebut menyebut antara lain risiko air sehat, polusi udara dan tanah, deforestasi, kepunahan hayat-hidup liar dan spesies berisiko punah, desertifikasi, kesehatan masyarakat, rapuh ekosistem penyangga, dan risiko-risiko sosial-ekonomi lainnya.