Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kekesatriaan serta Kemanusian yang Adil dan Beradab

Kompas.com - 26/12/2022, 10:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.COM memberitakan bahwa pada Senin, 19 Desember 2022, Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, secara resmi meminta maaf atas keterlibatan negaranya dalam perbudakan selama 250 tahun. Rutte menyebutnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Permintaan maaf itu datang hampir 150 tahun setelah berakhirnya perbudakan di koloni-koloni luar negeri Belanda, termasuk Suriname di Amerika Selatan, Indonesia di Asia Tenggara, serta pulau-pulau Karibia seperti Curacao dan Aruba.

Di dalam negeri Belanda sendiri, permintaan maaf itu disambut dengan pro dan kontra. Yang pro menghargai permintaan maaf tersebut sebagai pengakuan kemanusiaan dari sebuah bangsa yang adil dan beradab.

Baca juga: PM Belanda Minta Maaf soal Perbudakan, Wapres: Ajukan Resmi ke Pemerintah

Namun yang kontra menghujat permintaan maaf itu sebagai suatu sikap sama sekali tidak patriotik, bahkan merupakan pengkhianatan terhadap para warga Belanda yang telah susah payah berkorban lahir-batin mendukung Kerajaan Belanda untuk menjajah demi menghisap kekayaan bangsa lain.

Sebagai warga Indonesia, saya menghormati dan menghargai Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, yang telah secara resmi memohon maaf atas penindasan terhadap bangsa-bangsa di Nusantara selama ratusan tahun sebagai pengejawantahan sikap kekesatriaan serta kemanusiaan yang adil dan beradab.

Sebagai warga Indonesia yang kehilangan ayah kandung serta sanak keluarga pada masa pasca-tragedi G30S, saya berbela rasa dengan para sesama warga Indonesia yang kehilangan sanak keluarga pada masa pasca-tragedi G30S maupun tragedi Mei 1998.

Kami semua dengan penuh harapan masih sabar menunggu saat Kepala Negara Indonesia, yang telah dipilih oleh rakyat Indonesia, berkenan memohon maaf secara resmi atas malapetaka tragedi nasional yang telah menyengsarakan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia pada 1965 dan 1998.

Sebagai warga yang cinta Indonesia, saya merasa yakin seyakin-yakinnya bahwa Presiden Republik Indonesia pasti tidak kalah kesatria dalam mewujudkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi kenyataan ketimbang Perdana Menteri Kerajaan Belanda.

Merdeka!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com