Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Berpotensi Alami Resesi Seks, Ini Dampaknya Menurut Sosiolog

Kompas.com - 11/12/2022, 06:00 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Dampak resesi seks bagi Indonesia

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, menyebutkan dampak yang terjadi apabila Indonesia alami resesi seks.

Salah satunya resesi seks akan menyebabkan jumlah keluarga berkurang.

Berkurangnya jumlah keluarga pada gilirannya berisiko menyebabkan jumlah kelahiran anak menjadi menurun.

Selanjutnya, turunnya angka kelahiran menyebabkan beban populasi produktif selama 5-10 tahun mendatang menjadi semakin besar.

"Ini artinya orang-orang yang produktif akan menanggung (beban) karena yang bekerja tidak banyak," kata Drajat kepada Kompas.com, Sabtu (10/11/2022). 

Dampak lain yang ditimbulkan akibat resesi seks adalah lesunya ekonomi.

Drajat mengatakan, menurunnya jumlah keluarga otomatis dibarengi juga dengan berkurangnya keinginan untuk membeli rumah atau kebutuhan rumah tangga.

Rendahnya anak kelahiran, menurut Drajat, juga menimbulkan penurunan ekonomi karena semakin banyak orang tidak lagi membeli barang-barang kebutuhan anak.

"Itu 'kan kebutuhan besar untuk memutar ekonomi masyarakat," katanya.

Pengaruh untuk keluarga dan masyarakat

Drajat juga menyampaikan, resesi seks secara sosiologis menyebabkan fungsi kontrol masyarakat, fungsi kebersamaan masyarakat, dan fungsi moralitas masyarakat menjadi hilang.

"Karena masyarakat ketika kumpul bersama orang lain itu 'kan muncul berbagai kebutuhan sosial," ujar Drajat.

Baca juga: Angka Kelahiran Terus Menurun di Negara Maju, Apa Saja Dampaknya?

"Ada tokoh masyarakat, tokoh keluarga. Nanti tanggung jawab ibu atau ayah ini hilang karena (orang) mengelola sendiri kehidupannya."

"Tanggung jawab kepada masyarakat atau orang lain juga berkurang karena ia (orang yang tidak menikah) cenderung mem-protect dirinya sendiri," lanjutnya.

Drajat menambahkan, keenganan orang Indonesia di masa yang akan datang untuk menikah juga bisa menimbulkan alineasi sosial atau keterasingan.

Penyebab resesi seks Indonesia

Risiko-risiko yang sudah disebutkan, kata Drajat, dapat terjadi apabila generasi muda saat ini atau yang akan datang memilih hidup sendiri.

Ia menjelaskan, keinginan untuk hidup seorang diri muncul karena orang merasa tidak dibebani dengan tanggung jawab pada pasangan bahkan anak.

Keengganan generasi muda di Indonesia untuk menikah juga dikatakan Drajat terlihat dalam riset yang dilakukannya tentang perempuan otonom.

Baca juga: Angka Kelahiran Bayi Tabung di Makassar Mencapai 460 Per Tahun

Perempuan otonom berusia 26-30 tahun yang diwawancara Drajat memilih untuk tidak menikah karena lebih mengutamakan profesi.

Mereka juga enggan untuk berumah tangga dengan alasan melanjutkan studi dan ingin mengatur ekonomi dan hiudpnya sendiri.

"Kemudian, mereka (orang tidak menikah) bisa mengelola waktu yang dimiliki, jadi kalau capek ya tidur dan tidak ada yang mengganggu," jelas Drajat.

Drajat juga menyampaikan, keenganan generasi muda menikah karena mereka tidak mau terlibat dalam pertengkaran dalam keluarga.

Menurutnya, konflik dalam rumah tangga dikhawatirkan oleh generasi muda karena dapat mengacaukan pekerjaan dan mengganggu mental selama berhari-hari.

"Keuntungan secara emosional tidak sebanding dengan itu (pertengkaran) sehingga keluarga itu dianggap tidak terlalu menguntungkan," jelasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com