Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sigit Dwi Maryanto
Mahasiswa Doktoral (S3) Fakultas Biologi UGM dan Peneliti Bioteknologi

Peneliti Bioteknologi yang sedang aktif menjadi mahasiswa S3 di Program Studi Doktor, Fakultas Biologi, UGM

Revolusi Teknologi Pemuliaan demi Keberlanjutan Sawit Indonesia

Kompas.com - 24/11/2022, 11:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

NOVEMBER menjadi bulan bersejarah dalam perkembangan sawit di Indonesia. Tanggal 18 November ditetapkan sebagai Hari Sawit Nasional (HSN). Peringatan ini pertama kali diinisiasi pada 2017. Penetapan ini dilakukan untuk mengingat momentum penanaman sawit komersial pertama kali di Indonesia, tepatnya di Kebun Sungai Liput (Aceh) dan Pulu Raja (Asahan) tahun 1911.

Sejarah panjang perjalanan kelapa sawit di Indonesia berawal tahun 1848. Ketika itu sebanyak empat buah benih kelapa sawit tipe dura (D), dua benih dari Bourbon-Mauritius dan dua lainnya dari Amsterdam, yang diperkirakan berasal dari tandan sama yang dibawa Dr DT Pryce, ditanam di Kebun Raya Bogor, Indonesia.

Baca juga: Perkuat Eksistensi Kelapa Sawit Berkelanjutan, ANJ Dorong Petani melalui Pelatihan untuk Tingkatkan Ketertelusuran

Baru sekitar tahun 1870, benih yang berasal dari empat tanaman tersebut ditanam di Maskapai Perkebunan Tembakau Deli, Sumatra Utara. Tanaman ini menjadi kandidat tetua Dura Deli yang banyak digunakan pada perkebunan kelapa sawit sampai dengan sekarang.

Capaian

Saat ini, kelapa sawit berkembang menjadi komoditas perkebunan utama dan menopang kemajuan perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan volume ekspor minyak kelapa sawit mencapai 14,65 juta ton sepanjang Januari hingga Agustus 2022.

Sementara, nilai ekspornya tercatat tumbuh 3,99 persen dari tahun sebelumnya menjadi 19,37 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 290 triliun pada periode bulan Januari hingga Agustus 2022.

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencatat, sumbangan devisa komoditas kelapa sawit sangat besar bagi negara, yaitu rata-rata per tahun 22-23 miliar dolar. Nilai capaian rekor tertinggi sebesar 30 miliar pada 2021.

Sementara, total luas lahan kelapa sawit mencapai 16,38 juta ha, sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara produsen sawit terbesar di dunia. Hal ini tentunya merupakan pencapaian yang sangat luar biasa bagi seluruh pelaku sawit Indonesia. Namun capaian ini juga perlu disikapi secara mawas diri.

Berkelanjutan

Tanaman kelapa sawit terdiri dari dua spesies yaitu Elaeis guineensis yang berasal dari Afrika. Sementara jenis lainnya berasal dari Amerika Latin, yaitu Elaeis oleifera. Spesies Elaeis guineensis banyak ditanam di Indonesia karena memiliki karakter produksi minyak dan tandan buah segar yang tinggi.

Sawit merupakan tanaman paling unggul dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Sawit hanya membutuhkan lahan seluas 0,3 hektare (ha) untuk menghasilkan satu ton CPO (crude palm oil) atau minyak sawit mentah.

Hal itu membuat sawit lebih efisien jika dibandingkan dengan tanaman kedelai (soybean oil) yang memerlukan lahan sekitar 2,2 ha, tanaman bunga matahari (sunflower oil) yang membutuhkan lahan seluas 1,5 ha, dan lobak (rapeseed oil) yang memerlukan lahan seluas 1,3 ha untuk dapat menghasilkan jumlah minyak yang setara dengan sawit.

Baca juga: Kelapa Sawit, Gagal di Jawa, Gemilang di Sumatra

Sawit menghasilkan produk terdiri dari CPO dan palm kernel oil (PKO) atau minya inti sawit. Kedua jenis minyak tersebut diolah dan diproses sehingga menghasilkan berbagai produk turunan yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan, yaitu industri sabun sebagai bahan penghasil busa, industri baja sebagai bahan pelumas, industri kosmetik, industri farmasi, industri tekstil, dan industri pangan seperti bahan baku minyak goreng dan margarin.

CPO juga dapat diproses menjadi bahan oleokimia di antaranya asam lemak, gliserin, metil ester, dan biodiesel.

Dengan begitu banyak kegunaan sawit bagi kehidupan, maka perlu dirancang perkebunan dan industri kelapa sawit yang berkelanjutan agar kesejahteraan manusia dapat terus ditingkatkan.

Tantangan

Untuk mewujudkan perkebunan dan industri kelapa sawit berkelanjutan, penciptaan bibit tanaman sawit unggul harus menjadi perhatian pertama. Pemuliaan tanaman merupakan usaha untuk memaksimalkan potensi genetik tanaman melalui perakitan progeni unggulan baru yang berdaya hasil dan berkualitas tinggi serta resisten terhadap kendala biotik dan abiotik.

Usaha pemuliaan sawit pada awalnya berfokus pada persilangan dura disilangkan dengan dura. Tahun 1941, mulai dikembangkan tipe hibrida tenera (T) yang berasal dari persilangan dura dengan pisifera (D x P).

Selanjutnya, tahun 1960 program pemuliaan tanaman kelapa sawit mulai menggunakan persilangan D x P dengan ketersediaan polen P (pisifera) yang berasal dari Afrika Barat.

Selama beberapa dekade, pemuliaan sawit bertumpu pada cara-cara konvensional, yaitu menyilangkan tanaman induk terpilih berbasis kenampakan luar atau fenotipik. Hal ini akan sangat mengkhawatirkan bagi keberlangsungan industri sawit karena usaha ini memerlukan waktu yang cukup lama dan kurang efisien.

Di sisi lain, perkebunan kelapa sawit akan menghadapi tantangan yang semakin banyak dan beragam. Beberapa tantangan di antaranya yaitu hama dan penyakit seperti ganoderma yang masih menjadi ancaman serius, perubahan iklim yang mengganggu pertumbuhan dan produktifitas tanaman seperti ancaman cekaman kekeringan dan rendaman, luas lahan yang makin terbatas, ketersediaan pupuk, kualitas dan kuantitas minyak, dan berbagai tantangan lainnya.

Tantangan tersebut perlu dijawab dengan inovasi dalam penciptaan tanaman-tanaman unggul. Pemuliaan tanaman haruslah mengombinasikan penggunaan teknologi terbaru, misalnya teknologi berbasis molekuler dengan cara-cara konvensional yang ada selama ini.

Pengembangan marka molekuler merupakan salah satu cara untuk proses akselerasi mendapatkan tanaman unggul baru. Marka molekuler merupakan suatu bahan genetik yang dengan mudah teridentifikasi sehingga dapat digunakan untuk mengetahui bagian sel, individu, populasi, atau spesies tanaman yang nantinya dapat digunakan dalam proses pemuliaan.

Marka molekuler dapat mengidentifikasi karakter-karakter unggul sejak dini sehingga dapat membantu pemilihan benih maupun bibit yang akan ditanam di perkebunan.

Baca juga: Moeldoko Waspadai Kesenjangan Produktivitas Kebun Kelapa Sawit

Dukungan dari pemangku kebijakan terhadap proses-proses modifikasi genetik pada tanaman kelapa sawit juga diperlukan untuk mempercepat dihasilkannya progeni-progeni tahan penyakit, toleran cekaman abiotik tertentu, memiliki produksi minyak yang tinggi, progeni dengan arsitektur tanaman yang lebih efisien lahan, dan sebagainya.

Revolusi teknologi pemuliaan tanaman kelapa sawit perlu mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai pihak agar segera terwujud. Salah satunya yaitu teknologi genom editing pada kelapa sawit.

Teknologi genom editing merupakan teknologi pemuliaan tanaman yang bukan membuat individu baru, tetapi teknologi yang memanfaatkan sifat-sifat genetik yang ada pada tanaman sawit tersebut untuk ditingkatkan menjadi karakter unggul. Genom editing akan menjadi sebuah teknologi yang revolusioner bagi perkembangan industri sawit di Indonesia.

Dengan demikian diharapkan perkebunan dan industri kelapa sawit Indonesia akan terus bertahan.

Belajar dari berbagai komoditas perkebunan lainnya yang sebelumnya pernah menjadi unggulan Indonesia, tetapi pada akhirnya ditinggalkan karena terlambat dalam melakukan inovasi dan tidak adanya usaha untuk menjaga keberlangsungannya dari berbagai pihak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com