Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena "Joko Kendil", Saat Pengelana dari Antah-berantah Mendapat Sambutan Positif di Masyarakat

Kompas.com - 31/10/2022, 17:04 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Dalam satu bulan terakhir, media sosial diramaikan dengan unggahan video berisi seorang pria berpakaian hitam, memakai caping kayu, dan membawa tongkat layaknya seorang pesilat lawas yang tengah berkelana.

Bukan hanya sekali muncul. Beberapa video bernarasi serupa juga diunggah, tiap kali sang pengelana tersebut tiba di sebuah kota atau wilayah tertentu dan bertemu dengan masyarakat.

"Joko Kendil", begitulah warga menamai sang pengelana itu.

Dalam berbagai narasi yang tersebar di media sosial, "Joko Kendil" disebut menaiki macan putih. Inilah alasan mengapa pria itu selalu terlihat berjalan cepat, tanpa kenal lelah.

Akan tetapi, keanehan yang ditampilkan "Joko Kendil" justru mendapat sambutan besar dari masyarakat di daerah yang dilewatinya.

Banyak video yang menampilkan "Joko Kendil" sedang dijamu layaknya seorang tokoh ketika sampai di daerah tertentu.

Tak tanggung-tanggung, polisi pun ikut menyambut "Joko Kendil" dan memberikan tumpangan di mobil Patwal, seperti tergambar dalam video yang banyak beredar di media sosial.

Baca juga: Penjelasan Pertamina soal Video Viral Operator SPBU Dahulukan Isi Kendaraan Tak Antre di Bone-Bone

Fenomena social fiction

Sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menilai, fenomena "Joko Kendil" di media sosial ini cukup menarik.

Menurutnya, "Joko Kendil" telah menjadi tokoh yang dibentuk oleh media sosial, meski sebelumnya tak diketahui asal-usulnya.

"Joko Kendil itu orang biasa yang kemudian menjadi viral di dalam media, karena kebetulan ada orang yang tertarik melihat sepak terjangnya, yaitu berjalan cepat dan memakai atribut-atribut seperti tokoh-tokoh klasik dalam persilatan," kata Drajat kepada Kompas.com, Minggu (30/10/2022).

"Tapi kemudian ada beberapa isu menarik yang diangkat, yaitu dia berjalan keliling dunia dan naik macan putih yang semua itu sebenarnya tidak bisa dibuktikan," sambungnya.

Kendati belum tentu benar, Drajat menganggap cerita itu menarik di mata masyarakat sebagai social fiction, yaitu fiksi yang diterima secara sosial, bukan scientific fiction.

Social fiction ini kemudian menyebar di media sosial dan disambut warganet.

Baca juga: Viral, Waroeng Spesial Sambal Disebut Potong Gaji Rp 300.000 Pegawai yang Dapat BSU, Ini Penjelasannya

Bandwagon effect

Kondisi tersebut diikuti dengan bandwagon effect, yakni fenomena atau tindakan yang dilakukan karena mengikuti orang lain, terlepas dari keyakinannya.

"Jadi karena dia diungkap dengan karakteristik khas, sebuah realitas tentang social fiction ini, sehingga kemudian orang ikut-ikutan untuk mengangkat ini juga," jelas dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com