Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Tanggung Jawab PSSI atas Tragedi Kanjuruhan...

Kompas.com - 15/10/2022, 14:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sudah dua pekan sejak peristiwa naas terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai laga Arema FC vs Persebaya pada 1 Oktober 2022.

Sebanyak 712 menjadi korban dalam Tragedi Kanjuruhan. Rinciannya, 132 meninggal dunia, 96 orang luka berat, dan 484 luka sedang atau ringan.

Tragedi Kanjuruhan ini menjadi salah satu yang terburuk dalam sepakbola dunia.

Hingga kini, polisi telah menetapkan enam orang tersangka, di antaranya adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB).

Sesuai batas waktu yang dijanjikan, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) telah merilis hasil investigasi Tragedi Kanjuruhan, Jumat (14/10/2022).

Di antara hasil investigasi TGIPF itu menyatakan, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) enggan bertanggung jawab terhadap berbagai penyelenggaraan pertandingan.

Hal ini tercermin dalam regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021 yang membebaskan diri dari tanggung jawab dalam pelaksanaan tanggung jawab.

Baca juga: Pertemuan PSSI dan FIFA setelah TGIPF Umumkan Hasil investigasi


Tak hanya itu, TGIPF juga menyoroti PSSI yang tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal kolektif Liga 1.

Dalam laporan itu, PSSI juga dianggap tidak melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kompetisi.

Bahkan, terdapat regulasi PSSI yang berpotensi terjadi konflik kepentingan dalam struktur kepengurusan, khususnya jajaran eksekutif yang diizinkan berasal dari pengurus atau pemilik klub.

Atas dasar itu, TGIPF menyarankan agar Ketua Umum PSSI beserta jajarannya mengundurkan diri.

"Secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI, namun dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban sebanyak 712 orang," bunyi laporan tersebut.

TGIPF juga meminta percepatan kongres atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang profesional dan bebas dari konflik kepentingan.

Baca juga: 9 Poin Penting Hasil Investigasi TGIPF Terkait Tragedi Kanjuruhan

Jika tidak ada perbaikan dalam tata kelola kompetisi, maka pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga profesional di bawah PSSI.

TGIPF juga mendesak PSSI agar segera merevisi statuta dan peraturan PSSI untuk menciptakan prinsip tata kelola organisasi yang baik.

PSSI juga diminta untuk menjalankan prinsip keterbukaan informasi publik terhadap berbagai sumber dan penggunaan finansial, serta berbagai lembaga kegiatan usaha di bawah PSSI.

Selain itu, PSSI juga diharuskan melakukan pembinaan kepada para pelaku olahraga melalui pelatihan-pelatihan yang terukur dan tersertifikiasi secara berkala.

PSSI juga perlu segera memastikan penerapan UU No 11 tahun 2022 tentang keolahragaan terkait jaminan ketenagakerjaan.

Dalam UU tersebut, pemain berhak mendapatkan BPJS sebanyak 4 program jaminan sosial, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Tren
12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

Tren
Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Tren
Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Tren
Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Tren
Kata 'Duit' Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Kata "Duit" Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Tren
Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Tren
Viral, Video TNI Tendang Warga di Deli Serdang, Ini Kata Kapendam

Viral, Video TNI Tendang Warga di Deli Serdang, Ini Kata Kapendam

Tren
Tips Memelihara Anjing untuk Pemula, Ini Beberapa Hal yang Perlu Anda Lakukan

Tips Memelihara Anjing untuk Pemula, Ini Beberapa Hal yang Perlu Anda Lakukan

Tren
Berlaku mulai 1 Juni 2024, Ini Cara Beli Elpiji 3 Kg Menggunakan KTP

Berlaku mulai 1 Juni 2024, Ini Cara Beli Elpiji 3 Kg Menggunakan KTP

Tren
Inilah Alasan Harga BBM dan Tarif Listrik Juni Masih Sama dengan Mei 2024

Inilah Alasan Harga BBM dan Tarif Listrik Juni Masih Sama dengan Mei 2024

Tren
Hiu Paus Gorontalo Menghilang karena Takut Orca, Apakah Akan Kembali?

Hiu Paus Gorontalo Menghilang karena Takut Orca, Apakah Akan Kembali?

Tren
Resmi, Jadwal dan Tarif LRT Jabodebek Selama Juni 2024

Resmi, Jadwal dan Tarif LRT Jabodebek Selama Juni 2024

Tren
Teh Bunga Telang untuk Menurunkan Berat Badan, Berapa Takaran Per Hari?

Teh Bunga Telang untuk Menurunkan Berat Badan, Berapa Takaran Per Hari?

Tren
Sempat Menjadi Satu Kesatuan, Mengapa Korea Pecah Menjadi Dua Negara?

Sempat Menjadi Satu Kesatuan, Mengapa Korea Pecah Menjadi Dua Negara?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com