Menurut pengalaman empiris penulis, kejadian seperti itu disebabkan karena EtO memang bukan berasal langsung dari bahan baku, processing aid, atau lini proses produksi, tetapi kemungkinan berasal dari carryover atau cemaran bawaan yang berasal dari proses sebelumnya yang terdapat dalam bahan baku mereka di tingkat pemasok atau supplier.
Kasus seperti ini bisa terjadi pada saat spesifikasi bahan baku kurang ketat atau bisa juga disebabkan oleh pelanggaran yang dilakukan pemasok.
Dalam konteks hubungan dengan konsumen mi instan, tanggung jawab keamanan pangan tentu tetap berada di pihak produsen mi instan dan bukan pemasok bahan baku. Selain itu, sudah semestinya produsen memastikan bahwa produk mereka sesuai dengan spesisikasi produk di negara tujuan ekspor termasuk soal batas cemaran yang diijinkan. Terasa janggal jika pelanggaran batas cemaran hanya ditemukan di negara tujuan.
Batas cemaran seharusnya sudah dimasukkan ke dalam spesifikasi produk, serta dilakukan monitoring ketat di tingkat produsen. Bahkan untuk beberapa lot produk hasil awal produksi untuk ekspor batas cemaran EtO tersebut akan menjadi semacam product release parameter.
Namun apa yang terjadi dan djumpai di lapangan, seringnya jauh lebih rumit dari yang sudah diperkirakan. Masyarakat awam tentu tidak terlalu memahami persoalan hingga sangat terperinci dan mendalam seperti ini.
Ungkapan di atas layak disadari olek konsumen makanan, terutama makanan olahan di Indonesia. Sesuatu menjadi racun atau tidak akan sangat tergantung dengan dosisnya.
Kita masih sering terlena dengan kecilnya angka paparan kontaminan atau cemaran dalam makanan. Sering suatu bahan menjadi berbahaya karena dosis yang melampaui batas, terutama jika kita terpapar dalam jangka waktu yang lama.
Baca juga: Mulai Usia Berapa Anak Boleh Makan Mi Instan?
Sayangnya kita tidak benar-benar menyadari hal tersebut hingga kita menderita sakit. Kanker adalah jenis penyakit yang perlu waktu lama untuk muncul, dan umumnya tanpa gejala yang berarti sehingga sering diabaikan.
Selain itu kanker juga disebabkan oleh faktor resiko yang multi-variabel. Paparan EtO termasuk salah satu faktor resiko kejadian kanker. Sayangnya, paparan tersebut tidak disadari hanya karena konsumen tidak tahu atau tidak peduli.
Kasus ditemukannya EtO dalam mi instan dan es krim seharusnya menjadi semacam lesson learned, pelajaran yang bisa dipetik bahwa banyak paparan cemaran kimia yang tidak kita sadari sepenuhnya dan sedang terjadi selama ini dalam diri kita.
Selalu ada pro dan kontra terhadap penelitian-penelitian yang menguji paparan cemaran kimia terkait resiko kanker. Masih terus diperlukan rise-riset baru untuk menganalisisnya.
Namun itulah sifat alamiah dari sains, di mana akan ditemukan kebaruan (novelty) termasuk kebenaran baru untuk menggantikan kebenaran sebelumnya.
Makanan menjadi salah satu jalur masuk yang paling utama dari paparan kimia tersebut. Sikap tidak abai, berhati-hati dan terus membaca perkembangan terbaru dari lembaga yang kredibel dan memiliki otoritas dalam hal keamanan pangan menjadi modal penting untuk terhindar dari bahaya atau resiko kesehatan yang mungkin terjadi. Namun juga kita tidak perlu panik atau paranoid.
Akumulasi paparan kontaminasi atau cemaran pangan hanya akan menjadi berbahaya jika terjadi secara terus-menerus dalam jangka panjang. Bila hanya sekali-sekali terpapar tentu saja tidak perlu menjadi resah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.