Publik harus mendapat pengetahuan dan kecerdasan dari setiap tayangan bahwa kaum perempuan yang menjadi korban dari KDRT harus mendapat dukungan dan empati.
Kasus-kasus KDRT tergolong tindak pidana yang bermakna pelanggaran hak asasi berupa kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Komnas Perempuan mendata sepanjang tahun 2021 ada 171 kasus KDRT, 771 kasus kekerasan terhadap istri dan 212 kasus kekerasan terhadap anak perempuan (Kompas.com, 04/10/2022).
Saya yakin, angka yang tidak dilaporkan jauh lebih banyak dari angka yang terdata di Komnas Perempuan.
Banyak kasus KDRT diselesaikan dengan tertutup karena dianggap sebagian masyarakat menyangkut aib keluarga dan terkait konteks budaya yang tidak menghendaki kasus domestik dalam keluarga diumbar ke ranah hukum.
Tendensi kenaikan angka kasus KDRT dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring longgarnya pemahaman pernikahan dan dampak negatif kemajuan teknologi.
Penyelesaian kasus “prank” KDRT yang dilakukan Baim dan Paula seharusnya tidak mengedepankan restorative justice dengan alasan mereka adalah pesohor.
Justru tindakan permisif yang dilakukan aparat akan menjadi pemantik dari tindakan-tindakan serupa di kemudian hari mengingat perbuatan yang sama juga akan mendapatkan kata maaf.
Konten “prank” KDRT yang diperankan Paula dan diskenariokan Baim jelas-jelas penghinaan kepada institusi kepolisian dan layak diproses pidana.
Kelemahan penanganan kasus-kasus hukum yang melibatkan ulah salah publik figur selama ini adalah begitu simpelnya penyelesaian dengan menihilkan kesakralan hukum materai senilai Rp 10.000.
Akibatnya kasus-kasus serupa lembali terulang, dimaafkan, terulang kembali, dan dimaafkan kembali. Persis seperti sirkular yang tiada henti.
Tayangan “prank” KDRT yang dibuat Baim dan Paula seperti memanfaatkan momentum keterpurukan dalam hidup berumah tangga pasangan sesama artis Lesti Kejora dengan Rizky Billar demi konten yang bernilai receh.
Turun naik dalam kehidupan berumahtangga bisa dialami siapa saja, tidak terkecuali mungkin saja bisa dirasakan Baim Wong dan Paula Verhoeven di kemudian hari.
Kita dan Anda semua termasuk Lesti Kejora, Rizky Billar, Baim Wong dan Paula Verhoeven tentu tidak ingin problema rumah tangga ditertawakan orang dengan konyol.
Dari film “Until Tomorrow” kita yang menonton epik kehidupan pasangan suami istri Alan Tito – Daslina Sombi yang berakhir tragis begitu mendapat hikmah kebijaksanaan.
Saya begitu rindu pulang agar bisa membantu menjemur pakaian yang usai dibilas di mesin cuci. Saya kangen balik ke rumah untuk mencicipi sayur sop ayam enak buatan istriku.
Pasti istri saya di Depok, Jawa Barat juga teringat saya di Kendari, Sulawesi Tenggara kalau kelakuan saya begitu menyebalkan di rumah ketika tiba-tiba inspirasi menulis begitu mengasingkan hubungan kami.
Saya yakin, Rizky Billar begitu menyesali perbuatannnya terhadap Lesti Kejora. Lesti pasti teringat, mimpinya untuk mengasuh putranya semata wayang bersama Rizky Billar akan menjadi kisah yang dirindukan.
Bilangan waktu demikian singkat tanpa pernah kita sadari, penghujung waktu tiba-tiba di hadapan kita. Waktu demikian fana sementara kehidupan suami istri begitu abstrak.
“Aku mencintaimu tanpa tahu bagaimana, atau kapan, atau dari mana. Aku mencintaimu dengan sederhana, tanpa masalah atau kebanggaan. Aku mencintaimu dengan cara ini karena aku tidak tahu cara lain untuk mencintai selain ini. Di mana tidak ada aku atau kamu, begitu intim sehingga tanganmu di dadaku adalah tanganku. Begitu intim maka ketika aku tertidur matamu terpejam.” – Pablo Neruda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.