Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konversi Kompor Gas ke Kompor Listrik Dinilai Akal-akalan Pemerintah

Kompas.com - 27/09/2022, 11:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah mulai menggencarkan kampanye konversi kompor gas ke kompor listrik.

Saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan uji coba penggunaan kompor listrik di tiga daerah, yaitu Denpasar, Solo, dan Sumatera.

Pemerintah juga akan memberikan kompor listrik gratis kepada 300.000 rumah tangga miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.

Total paket kompor listrik yang akan diberikan senilai Rp 1,8 juta, dengan rincian kompor listrik dua tungku, satu alat masak, dan satu miniatur circuit breaker (MCB).

Konversi kompor gas ke kompor listrik ini disebut sebagai upaya untuk mengurangi subsidi gas elpiji 3 kilogram yang dianggap tidak tepat sasaran.

Baca juga: 5 Tips Memasak Menggunakan Kompor Listrik

Konsversi disebut akal-akalan pemerintah

Menanggapi hal itu, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah menilai, kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak mau tanggung jawab soal subsidi.

"Wacana ini sebenarnya akal-akalan pemerintah saja, karena pemerintah tidak mau tanggung jawab soal subsidi gas," kata Trubus kepada Kompas.com, Senin (26/9/2022).

Jika kebijakan ini ditujukan untuk mengurangi beban subsidi gas elpiji, maka hal tersebut menurutnya tidak tepat sasaran.

Alasannya, masyarakat miskin menggunakan golongan listrik 450-900 VA, sementara daya kompor listrik sebesar 1.000 dan 1.800 Watt.

"Artinya, kompor listrik itu tidak tepat sasaran kalau untuk kategori masyarakat umum, yang ada adalah masyarakat yang kaya," jelas dia.

Dinilai tidak ada urgensinya

Selain tidak tepat sasaran, Trubus menilai konversi kompor gas ke kompor listrik ini tidak ada urgensinya sama sekali. Bahkan, kebijakan ini semakin mempertegas carut-marut tata kelola gas.

"Harusnya UUD 1945 kan bumi, air, dan kekayaan itu dikelola oleh negara, harusnya gas itu dikelola oleh BUMN, tapi yang terjadi kan gas kita itu dikelola pihak ketiga," ujarnya.

"Oleh pihak ketiga itu diekspor, kita akhirnya beli. Memang ini akar persoalannya di pemerintah sendiri," lanjutnya.

Baca juga: Kompor Listrik Disebut Tidak Sesuai untuk Masakan Indonesia, Benarkah?

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com