Singkatnya, alasan-alasan karyawan keluar itu bukan karena gaji atau uang, melainkan perasaannya terhadap organisasi tempat mereka berkarya.
Empat alasan yang diungkapkan McKinsey bisa diperbaiki apabila pemimpin memiliki keinginan untuk memperbaiki budaya kerja dan pola komunikasi serta kepemimpinannya. Tempat kerja menjadi rumah kedua bagi sebagian besar orang karena kita menghabiskan banyak waktu untuk mendapatkan karier yang baik.
Seorang pemimpin yang baik sadar akan hal itu dan mencoba semaksimal mungkin menjadikannya tempat yang menyenangkan.
Namun, pemimpin yang buruk tidak seperti itu karena mereka lebih mempedulikan pencapaian pribadi ketimbang kesejahteraan banyak orang.
Jim Clifton, CEO dari Gallup, salah satu lembaga riset terkemuka, mengatakan, “The single biggest decision you make in your job — bigger than all the rest — is who you name manager. When you name the wrong person manager, nothing fixes that bad decision. Not compensation, not benefits — nothing.”
Kita bisa belajar banyak dari hubungan Mary Barra dan perusahaan General Motors (GM). Ada kisah menarik bahwa Mary Barra hanya berkarier di satu perusahaan saja, yaitu GM.
GM juga melakukan investasi terhadapnya. Mereka menyekolahkan Mary S2 di Universitas Stanford dan memberikan kesempatan profesional yang luas.
Alhasil, Mary Barra menjadi CEO perempuan pertama di GM di tahun 2014 karena hubungan antara pemimpin dan karyawan yang harmonis.
Kisah sekilas dari Mary Barra memberikan gambaran tentang kepemimpinan yang baik dan bagaimana mereka menghargai karyawannya. Mary Barra adalah hasil nyata dari kepercayaan yang diberikan pemimpin GM terhadapnya. Bahkan, menjadi perempuan pertama yang memimpin perusahaan industri otomotif internasional ini.
Menurut penulis, itulah pemimpin yang baik. Pemimpin yang baik menghasilkan pemimpin besar. Praktik-praktik seperti inilah yang harus banyak dicontoh oleh banyak organisasi.
Baca juga: Studi: Gen Z Terbukti Peduli pada Lingkungan dan Tidak Boros
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memberdayakan karyawannya untuk menjadi versi terbaik dari dalam dirinya. Tidak semua karyawan memang yang nantinya bertahan lama.
Namun setidaknya, pemimpin yang baik menciptakan lingkungan berkembang yang baik dan suportif bagi para karyawannya. Menjadi pemimpin memang bukanlah tugas yang mudah.
Namun, saya percaya bahwa semua orang bisa menjadi pemimpin yang baik asalkan mereka mau menjalaninya dengan kejujuran dan ketulusan, termasuk gen z. Banyak hal yang bisa gen z lakukan untuk bisa memimpin dengan lebih baik.
Mereka bisa mengembangkan kapasitas kepemimpinannya. Menurut survei dari Training Magazine dan Wilson Learning Worldwide Inc di tahun 2022, ada empat kemampuan prioritas untuk pengembangan kepemimpinan: coaching, komunikasi, team leadership, dan kecerdasan emosional.
Selain dari pengembangan kapasitas, cara yang jauh lebih efektif adalah belajar dari pengalaman orang lain. Pengalaman adalah guru yang berharga dan bisa memberikan pelajaran penting.
Ada banyak orang yang telah menjadi pemimpin. Galilah pengalamannya dan serap apa praktik yang baik dan yang buruk. Belajarlah memimpin komunitas atau sukarelawan.
Menurut saya, itu tempat yang tepat karena sukarelawan adalah orang yang rela meluangkan waktu, tenaga, uang, dan pikiran untuk sesuatu yang mereka pedulikan. Keterlibatan dalam kegiatan volunteering, menurut Lockett & Boyd (2012) dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan seseorang dalam dua aspek: pengaruh dan persepsi terhadap diri sendiri.
Bell (2007) berkata bahwa program volunteering menjadi wadah yang kaya untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan seseorang. Semakin banyak pengalaman dan pengetahuan, juga didukung dengan kemampuan kepemimpinan yang baik, gen z akan menjadi seorang pemimpin yang baik.
Pemimpin yang mengayomi dan memanusiakan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin yang mengetahui apa yang harus dilakukan dan punya kompetensi yang hebat.
Oleh karena itu, gen z! Jangan terjebak dalam praktik pemimpin yang buruk. Media belajar telah banyak bertebaran, baik itu dari praktisi, artikel, maupun pengetahuan pribadi. Ada yang efektif, relevan, dan bisa dipraktikkan. Namun, ada juga yang sekadar menjadi pengingat untuk tidak melakukan praktik kepemimpinan yang buruk.
Indonesia membutuhkan pemimpin yang baik, yang mampu menyelesaikan berbagai permasalahan multi-dimensi. Gen z adalah generasi masa depan yang pada akhirnya akan memegang estafet kepemimpinan.
Menurut saya, pemimpin yang buruk tidak lagi bisa ditolerir. Oleh karena itu, gen z: it is time for you to evolve into a great leader!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.