Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

In Memorium Professor Azyumardi Azra: Senar Harpa Itu Telah Pergi

Kompas.com - 19/09/2022, 09:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEKUASAAN mutlak Ilahi, menentukan kapan hamba-Nya menghadap, kembali berlaku pada diri Professor Azyumardi Azra (AA), intelektual Islam yang memandang, meyakini, dan mempraktikkan agama adalah rahmat bagi alam semesa (rahmatan lil alamin).

Cara pandang dan keyakinan seperti itulah yang membuat AA sungguh-sungguh seorang intelektual yang tidak mengikatkan diri pada paham “aku atau kami” versus “mereka atau kalian.”

AA tidak pernah melibatkan diri, dan memang tidak tertarik, membicarakan agama dalam konteks perbedaan tentang tata cara beribadah. Baginya, agama adalah rahmat, dan karena itu, agama seharusnya menyatukan manusia, bukan membuat garis demarkasi.

Baca juga: Prof. Azyumardi Azra, Sosok Pengubah UIN Jakarta dan PTKIN Lainnya

Dari sini pulalah mengapa ia hidup dengan perkawanan tanpa sekat apa pun. AA menjadi milik semua orang dan golongan. Ia seolah dapat berlabuh di dermaga apa pun.

Semuanya berhulu dari paradigma keberagamaan yang dimilikinya, yakni agama apa pun yang kita anut, pasti konsep martabat manusia menjadi pangkalan tempat kita memulai perjalanan. Penegakan martabat manusia adalah misi suci semua agama.

Perjuangan AA berhulu dan berhilir pada penegakan martabat manusia.

Konsep itu pulalah yang meneguhkan kehadiran AA sebagai intelektual yang menerobos tembok-tembok pemisah hanya lantaran anutan keyakinan masing-masing.

Selama sepuluh tahun terahir, AA adalah intelektual yang paling banyak memberi kontribusi tentang perubahan kehidupan bangsa. Ide dan gagasannya tersebar di berbagai media.

Ia seolah oase dahaga intelektual bangsa kita. Rutinitasnya dalam melempar gagasan perubahan atau pun penolakannya atas realitas, seolah tidak pernah menemukan titik henti. Gagasannya mengalir terus-menerus, melewati pelbagai regim politik yang mengitari kehidupannya.

Menolak tanpa menghardik

Sebagai intelektual bangsa, AA hidup di tengah kegelisahan. Ia selalu gelisah mengenai kondisi sosial dan kemanusiaan yang melingkungi, bahkan mungkin mengekangnya.

Di sini, AA adalah champion of freedom. Ia sangat tidak menyenangi kondisi sosial bila kebebasan, dalam segala bentuknya, mulai mengalami pemasungan. Baginya, kebebasanlah yang menegur ketidakbenaran, dan kebebasanlah yang bisa mengubur kebatilan.

Seiring dengan keteguhannya berjuang untuk kebebasan, AA sangat kokoh dalam perjuangannya terhadap persamaan. Ia selalu keasyikan berselancar dengan ide dan segala ikhtiar untuk mewujudkan persamaan, bukan kesamaan.

Arena pertarungan AA adalah kebebasan dan persamaan. Segalanya ia curahkan terhadap keduanya. Ia sungguh-sungguh meyakini bahwa misi suci agama dalam pembebasan dan persamaan. Di situlah dunia AA. Di situlah kita selalu menemukan AA keasyikan.

Dalam pertarunganya itu, AA boleh manampik realitas, tetapi tidak pernah menghardik. Ia mungkin berseberangan dengan regim pemerintahan, tetapi ia tidak mengumbar api kemarahaan dengan retorika agitatif.

Baca juga: Saya Kehilangan Sahabat, Selamat Jalan Prof Azyumardi Azra

Ia berpekik protes, tetapi tidak mengayun kapak kemarahan. Ia sadar sepenuhnya bahwa dirinya adalah seorang intelektual, yang beredar dalam wilayah moral.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com