Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Adif Rachmat Nugraha
Analis Kebijakan

Analis kebijakan dan anggota The Local Public Sector Alliance (LPSA)

Kedaulatan Digital dan Tantangan Implementasi Kebijakan

Kompas.com - 04/08/2022, 08:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tantangan demokrasi

Jika merujuk pada ‘semangat’ yang diusung dalam konsep kedaulatan digital di atas, upaya Kemenkominfo dengan mendorong dan memaksa PSE Lingkup Privat untuk mendaftarkan kegiatan usaha digitalnya merupakan langkah strategis menegakkan norma dan aturan main Indonesia.

Kemenkominfo mengibaratkan pendaftaran tersebut layaknya ‘tamu yang harus melepas alas kaki sebelum masuk ke dalam rumah’, memancangkan daulat sang tuan rumah atas tamu.

Namun demikian, problemnya adalah pendekatan serta instrumen yang digunakan Kemenkominfo dalam menegakkan kedaulatan digital.

Dalam praktik demokratik yang jamak di tata kelola internet, pemblokiran harus menjadi langkah terakhir (last resort) dengan didukung rationale yang jelas, mempertimbangkan prinsip nesesitas dan proporsionalitas, serta yang paling utama: dapat dipertanggungjawabkan di muka hukum.

Hal tersebut juga perlu didukung dengan kepekaan terhadap kondisi yang dirasakan warga sebagai subjek yang paling terdampak.

Pemblokiran Paypal, platform layanan keuangan digital yang banyak digunakan para pekerja lepas di sektor digital, justru memberikan dampak negatif besar.

Mereka tidak dapat menarik dan memindahkan uang digital tersebut—meskipun para pengguna ini tak kurang akal ‘menyiasati’ pemblokiran lewat pemanfaatan teknologi pula.

Pembukaan sementara atas blokir Paypal juga sedikit-banyak merupakan buah dari tuntutan dan cecuit para pekerja digital yang membanjiri berbagai kanal media.

Dalam konteks kebijakan publik, pengambilan kebijakan berbasis viralitas (viral-based policy) sebagaimana tergambar nyata pada kasus pencabutan sementara atas pemblokiran Paypal di satu sisi menggambarkan betapa berpengaruhnya desakan publik dalam perumusan dan penetapan kebijakan publik kita.

Namun di sisi lain, hal tersebut menggambarkan kelemahan paling fundamental dalam menyusun kebijakan publik: kurang sigap mendengar suara-suara publik di tahapan formulasi, sehingga seseorang harus menyatakan kegelisahannya di ruang publik hingga menjadi viral dan sampai ke telinga para perumus kebijakan publik.

Oleh karenanya, apa yang telah kadung terjadi saat ini seyogyanya dapat menjadi perhatian dan pembelajaran ke depan bagi kita semua.

Pertama, praktik penegakkan kedaulatan digital tak bisa lepas dari dijunjung-tingginya prinsip-prinsip demokratik.

Kedua, perumusan serta penetapan kebijakan publik wajib berpulang pada kepentingan plus nilai publik yang sejatinya menjadi raison d’etre bagi eksistensi negara.

Karena sesungguhnya—mengutip The Good Society (Robert Bellah dkk, 1991)—demokrasi adalah upaya memberikan perhatian (paying attention), yang sudah sepatutnya menjadi cahaya pemandu bagi tiap langkah-upaya yang dilakukan negara terhadap warganya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com