MELALUI jejaring Academia, secara kebetulan saya memperoleh sebuah naskah dengan judul “Perhubungan Gender Dalam Masyarakat Tradisional Melayu Berdasarkan Hikayat Pattani” sebagai karya kajian ilmiah Suhadan Anwar dan Salmah Jan Noor Muhammad.
Tujuan kajian ini adalah untuk mengenal corak hubungan gender dalam Hikayat Pattani dan menganalisa peran dan posisi wanita dalam masyarakat tradisional Melayu yang cenderung memandang wanita dengan sifat-sifat stereotaip hanya diberikan peranan di ruang domestik (ruang dapur).
Karya kajian Suhadan & Salmah mencoba menggugurkan anggapan tersebut dengan menonjolkan beberapa tokoh wanita sebagai pemerintah atau raja dalam negeri-negeri seperti yang telah dikisahkan oleh Hikayat Pattani.
Maka melalui berbagai sumber saya mencoba mempelajari apa yang disebut sebagai Hikayat Pattani.
Dikisahkan oleh Hikayat Pattani terdapat suatu kerajaan yang dikuasai oleh Raja Paya Tu Kerub Mahajana. Setelah raja tersebut meninggal, ia digantikan anaknya, yaitu Paya Tu Naqpa.
Paya Tu Naqpa adalah seseorang raja yang suka berburu. Suatu hari ia mendengar berita bahwa daerah tepi laut mempunyai banyak binatang untuk diburu.
Lalu Paya Tu Naqpa pun pergi ke daerah sana dengan beberapa hulubalangnya untuk berburu.
Namun, tak ada satupun binatang yang nampak oleh rombongan raja tersebut. Kemudian dua jam lamanya, anjing rombongan tersebut menggonggong, lalu raja bertanya-tanya apa yang digonggong oleh anjing itu.
Ternyata adalah rusa putih yang gilang gemilang warnanya. Tetapi rusa itu berlari ke suatu arah dan hilang lah rusa tersebut.
Rombongan raja berusaha mengejar tetapi tak ada rusa yang dicari, namun raja bertemu dengan sebuah rumah sepasang suami istri.
Lalu si lelaki tersebut menceritakan asal muasal tempat yang ada rusa putihnya tersebut.
Setelah mendengar cerita si lelaki, raja tertarik untuk memindahkan negerinya ke sana, selama dua bulan, selesailah negeri tersebut, dan dinamakan, Patani Darussalam. Yang berarti negeri yang sejahtera.
Beberapa tahun lamanya Paya Tu Naqpa bertahta, datang lah suatu penyakit berat yang menyerangnya. Tak ada satu tabib pun yang dapat mengobatinya.
Lalu raja pun mengeluarkan pengumuman melalui anak buahnya, yaitu siapa yang bisa mengobati penyakit raja, maka ia akan diambil sebagai menantu.
Tak lama kemudian, datanglah Syekh Sa’id untuk menyembuhkan raja, tetapi dengan syarat raja akan menganut agama Islam jika raja sembuh. Lalu raja pun menerima perjanjian tersebut.