KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan unggahan fenomena wisuda yang dilakukan mulai jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Menurut pengunggah, wisuda yang dilakukan sebelum sarjana justru menjadi tidak bermakna.
Untuk itu, ia berharap agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengeluarkan aturan tentang hal tersebut.
"Pak Menteri bisa nggak bikin aturan melarang "wisuda-wisudaan lengkap pakai toga ini itu? TK wisuda. SD wisuda. SMP wisuda. SMA wisuda. Nggak ada makna, kek becandaan semua jadinya," tulis akun ini.
Dalam kolom komenter unggahan itu, banyak warganet yang mengamini pendapat tersebut.
Selain karena dinilai dapat memberatkan orangtua murid yang tidak mampu, hingga menganggap wisuda sebagai salah satu cara sekolah untuk mencari uang.
Baca juga: Benarkah Wisuda TK Bentuk Eksploitasi dan Penurunan Makna Wisuda?
Sementara akun ini dalam unggahan terpisah mengatakan, wisuda dulunya dilakukan di tingkat sarjana.
Namun, ia tak mengerti wisuda sekarang sudah ada mulai jenjang TK dan hal tersebut akan membebani orangtua.
"Dulu yang namanya acara "wisuda" itu hanya untuk alumni S1. Sekarang mulai kelulusan PAUD, TK, hingga SMA ada wisudanya. Juga TPA. Dan tentu saja itu semua membutuhkan duit," tulisnya.
Mengomentari unggahan tersebut, akun ini menyebut wisuda di tingkat TK bahkan ada yang lebih mahal dari sarjana.
Dalam komentar lain, akun ini menilai wisuda yang ada sejak TK merupakan bukti bahwa orang Indonesia menyukai selebrasi.
"Orang Indonesia suka selebrasi, tidak bisa dipungkiri. Jangankan itu, seminar proposal, seminar hasil, sidang skripsi, semuanya juga ada selebrasinya," tulisnya.
Pak Mentri bisa nggak bikin aturan melarang "wisuda"²an lengkap pakai toga ini itu? TK wisuda. SD wisuda. SMP wisuda. SMA wisuda. Nggak ada makna, kek becandaan semua jadinya.
Baru nyadar setelah googling, rupanya sudah cukup marak beberapa tahun belakangan di berbagai tempat.
— #TutupTPL #AyoVaksin #Sinovac???????? (@darmantompul) June 25, 2022
Sebenernya tradisi pelepasan kelulusan anak menggunakan toga jamak dilakukan di negara-negara lain kok. Mereka kalau lulus krucilsnya juga togaan.
— FALLA ???? (@falla_adinda) June 25, 2022
Di Indonesia, karena dulu tidak pernah, toga jadi sakral untuk lulus universitas. https://t.co/YvMMBmXwV1
Klo aku sebagai orang tua seneng sih sebagai kenang"an aja buatku pribadi ada foto wisuda anak, liatnya overwhelmed banget gak bisa diungkapin pake kata" Kaya ya Allah anakku udah SD lagi karena nanti masa" Ini tuh y cuma bisa dikenang, ini dari sisi aku yaa
— Laverne Vanessa (@vanessa_laverne) June 25, 2022
Halo pak...
— Halo Jodoh (@bukanpacar_org) June 26, 2022
Salam hormat dan salam kenal dari saya selaku guru PAUD.
Saya salah satu guru yang juga tidak setuju dengan adanya wisuda menggunakan atribut resmi layaknya wisuda sarjana. Dari dinas pendidikan pun sudah memberi himbauan untuk membuat wisuda semi formal~ next
this! baru kemarenan banget kejadian di PAUD ku. selama ini kita emang ga pernah ada pelepasan pakai toga aka ala wisuda gitu. nama eventpun kasih nama 'Akhirusanah' atau 'Pelepasan'. tahun ini ada walmur ribet yang minta pakai toga, dia mau karena kakaknya dulu di TK nya kek c-
— Mbun! (@embun_mj) June 26, 2022
Kancaku crita, anake wisuda SD nang Hyatt, bayare luaraaang, ya amplooop ???? https://t.co/OMGkZd6cJ4
— Si Paling Voiceover (@dhitahc) June 19, 2022
Sejumlah pendapat diungkapkan orangtua terkait wisuda yang dilakukan oleh lulusan TK.
Caroline, ibu dari Jeannice Emily (6 tahun) melihat acara wisuda anaknya di TK Yunike Andreas, Tangerang sebagai sebuah kesempatan untuk menciptakan sebuah kenangan.
Menurut Caroline, meskipun bukan wisuda seperti lulus perguruan tinggi, namun tetap ada rasa bangga dan haru melihat Jennice berfoto menggunakan toga.
Baginya, hal ini menjadi kenangan tersendiri bagi orangtua bahwa anaknya telah melewati satu tahap dalam pendidikan mereka.
Hal senada disampaikan Martino Manjaya, ayah dari Agustinica Aniva (6 tahun) dari Balloon Kindergarten, Makassar.
"Acara wisuda di sekolah anak kami dikenal dengan sebutan 'penamatan'. Acara 'penamatan' atau wisuda ini diisi dengan acara berfoto memakai toga dan juga pentas seni," jelas Martino dikutip dari Kompas.com (8/6/2018).
Baca juga: Viral Video Wisuda Sambil Naik Andong, Ini Faktanya...
Henny Prasetio dari Principal Sunshine Montessori Preschool, Jakarta mengatakan, pertanyaan tentang perlu atau tidaknya wisuda untuk anak TK sudah muncul lama.
Menurut dia, hal tersebut tidak bisa diperdebatkan karena semua tergantung dari kebiasaan dan pilihan tiap sekolah dalam merayakan kelulusan anak.
Sunshine Montessori Preschool memiliki program Sunshine Annual Festival, acara akhir tahun ajaran di mana seluruh anak dari kelas paling kecil menampilkan pertunjukan tari, nyanyi, drama, puisi, art exhibition, dan lainnya.
"Saya menyaksikan banyak orang tua yang menitikan air mata terharu saat mengikuti acara karena mereka melihat perkembangan anak-anaknya. Orang tua mengingat waktu anak mereka masih bayi, belum bisa jalan hingga saat lulus TK B. Perkembangan anak mereka sangat pesat dari sisi motorik, kematangan sosial emosional dan kognitif, dan anak mereka dapat membuat pernyataan dia ingin menjadi apa saat dewasa kelak," cerita Henny.
Menurut psikolog pengamat pendidikan Bondhan Kresna, wisuda bagi anak PAUD tidak ada dampak secara psikologis.
Hal tersebut baru berdampak apabila dalam acara itu ada pemaksaan. Seperti misalnya anak dipaksa pakai baju wisuda.
"Selama tidak ada paksaan menurut saya baik baik saja," jelas Bondhan.
Ketua Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI), Doni Koesoema mengatakan, wisuda dalam aturannya hanya berlaku untuk perguruan tinggi.
Karena itu, tidak ada istilah wisuda untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai SMA.
"Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut dengan kelulusan," kata Doni kepada Kompas.com, Senin (27/6/2022).
Ia menilai, wisuda yang ada di jenjang pendidikan SD-SMA tak lagi menjadi persoalan pendidikan, melainkan kepentingan bisnis dan citra sekolah.
Dengan mempertimbangkan hal itu, Doni menyebut pemerintah sebaiknya melakukan penataan agar tidak merugikan orangtua siswa.
Pihak sekolah juga harus mengomunikasikan hal tersebut secara terbuka dengan pihak orangtua agar tidak memberatkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.