Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Catatan Mudik (Maritim) 2022

Kompas.com - 05/05/2022, 17:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KETIKA tulisan ini dirangkai, suasana Lebaran masih amat terasa. Orang yang mudik masih di kampung halamannya masing-masing merayakan Idul Fitri 1443 H bersama handai taulan. Arus balik belum dimulai sama sekali. Diperkirakan pada 6 hingga 8 Mei ini.

Karena itu, kurang tepat rasanya jika melakukan evaluasi atas penyelenggaraan ritual tahunan – kendati dua tahun belakangan para pemudik tidak dapat menjalankannya karena pandemi – itu oleh pemerintah. Biasanya evaluasi diadakan oleh pemerintah sendiri selang beberapa hari arus balik dinyatakan tuntas. Biasanya pula, evaluasinya cenderung bernada positif walaupun di sana-sini ditemukan kekurangan.

Baca juga: Evaluasi Mudik 2017, Integrasi Antarmoda Diperbaiki

Kendati demikian, mudik maritim bisa segera diberikan catatan mengingat ada gejala (symptom) baru yang dampaknya akan cukup signifikan dalam konstelasi bisnis maritim dalam negeri ke depannya. Adapun yang dimaksud dengan mudik maritim adalah pergerakan para pemudik ke daerah asalnya untuk berhari raya dengan menggunakan moda kapal laut, baik itu kapal penumpang maupun feri.

Baca juga: Arus Mudik di Pelabuhan Merak Catatkan Rekor Tertinggi

Istilah ini tidak baku; ia sepenuhnya rekaan penulis belaka. Patut dicatat, mudik maritim merupakan fenomena yang sudah lama berlangsung. Saya sendiri sempat menjadi pelakunya pada era 90-an dengan rute Tanjung Priok-Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Hanya saja, seiring dengan tumbuhnya penerbangan murah (low cost carrier/LCC) di Tanah Air, pelaku mudik maritim mengalami penurunan lumayan besar. Dari sisi pemberitaan, mudik maritim diliput amat terbatas; kalah oleh coverage mudik menggunakan kereta api, pesawat apalagi kendaraan pribadi.

Sekadar bernostalgia, pada saat mudik menggunakan kapal laut merupakan salah satu gaya pada masanya, untuk mendapatkan tiket kapal Pelni, boleh dibilang relatif sulit karena animo masyarakat begitu tinggi. Bagi pelajar atau mahasiswa asal daerah kepulauan yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang hingga Surabaya yang hendak mudik harus hadir pagi sekali di pusat penjualan tiket pelayaran pelat merah itu yang terletak di Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Sebelum di sini, penjualan tiket dilakukan di Pintu Air. Mereka berebut mendapatkan tiket, sepanjang ingatan saya, KM Lawit dan KM Kambuna, dua kapal Pelni yang melayari rute Tanjung Priok-Kijang.

Pas hari keberangkatan, Terminal Penumpang Nusantara di Pelabuhan Tanjung Priok disesaki oleh ribuan pemudik yang akan berlayar ke kampung halamannya menggunakan salah satu dari kedua kapal tersebut. Begitu sampai di atas kapal, suasananya terasa ramai karena penumpang, khususnya kelas ekonomi yang tidak kebagian tempat tidur (non-seat passenger), menempati setiap jengkal ruang kosong yang ada di bawah tangga, koridor kelas 1 dan kelas 2, bahkan mereka juga menggelar alas duduk/tidur di dek luar. Diperlukan kelincahan tersendiri agar mereka tidak terinjak.

Mudik (maritim) 2022

Dalam mudik maritim tahun ini suasana seperti di atas sudah tidak terlihat sama sekali. Keriuhan itu sudah lama hilang. Dalam catatan saya sudah lebih dari 20 tahun. Kapal-kapal penumpang Pelni yang disiapkan untuk melayani arus mudik jarak jauh boleh dibilang sepi.

Padahal, kapal-kapal ini pulalah yang mengangkut ratusan ribu pemudik sebelum tahun 2000. Yang rada ramai adalah kapal-kapal yang dipergunakan untuk mengangkut kendaraan roda dua dan pemiliknya yang hendak mudik seputaran pulau Jawa. Mereka akan diturunkan di Semarang dan Surabaya dan selanjutnya akan digeber penunggangnya menuju kampung halaman masing-masing.

Baca juga: 4 Strategi Kemenhub Atasi Kemacetan di Pelabuhan Merak, Apa Saja?

Mudik maritim menggunakan kapal feri tahun ini diklaim oleh operator penyeberangan ramai. Saking ramainya, sempat terjadi antrean panjang kendaraan hingga belasan kilometer di jalan tol menuju Pelabuhan Merak, Banten. Untuk mengantisipasi arus deras pemudik ini saat balik nanti, pemerintah menyiapkan Pelabuhan Panjang di Lampung untuk menampung sebagian penumpang yang akan menyeberang melalui Pelabuhan Bakauheni.

Langkah ini sebuah terobosan karena selama ini manakala kemacetan mengharu-biru, khususnya saat arus mudik dan arus balik Lebaran, pemerintah tidak pernah memanfaatkan Pelabuhan Panjang.

Masalahnya, pelabuhan Panjang merupakan fasilitas yang diperuntukan untuk bongkar-muat berbagai komoditas, dari general cargo hingga peti kemas. Tidak ada supporting system untuk kendaraan pemudik (mobil, motor, dan truk) seperti ramp yang dengannya naik-turun kendaraan dapat lebih cepat dan aman.

Fasilitas embarkasi bagi penumpang juga tidak tersedia sehingga bila hujan turun misalnya, mereka jelas akan basah kehujanan. Saya bisa memahami ketiadaan semua itu karena penggunaan Pelabuhan Panjang untuk melayani arus balik 2022 bersifat dadakan. Tidak mungkinlah menyiapkan itu semua dalam waktu cepat. Setelah dua tahun tidak ada arus mudik dan arus balik, pemerintah sepertinya gelagapan.

Saya menduga, dipilihnya Pelabuhan Panjang sebagai alternatif merupakan gejala atau simtom dari sesuatu yang lebih besar, dalam hal ini ekspansi kewenangan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yang merupakan lurahnya bisnis penyeberangan di dalam negeri. Dugaan ini akan makin kuat jika setelah carut-marut antrean di Merak tempo hari itu tidak diikuti dengan reformasi total tata kelola sektor usaha tersebut.

Kita tentunya masih ingat bahwa kemacetan di Merak berakar dari monopoli yang dilakukan oleh operator penyeberangan pelat merah. Mereka menguasai armada penyeberangan dan terminal sekaligus. Di sisi lain, ada berbagai operator feri swasta yang sayangnya tidak dapat prioritas dalam penggunaan dermaga.

Bila berhasil, Ditjen Hubungan Darat (Hubdat) akan hadir di pelabuhan-pelabuhan yang secara legal formal berada dalam ranah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) dan dari sisi bisnis berada dalam naungan PT Pelindo.

Dalam beberapa tahun belakangan Ditjen Hubdat memang terlihat agresif. Mereka sudah memiliki kapal patroli sendiri misalnya. Karena Dirjen-nya mantan polisi, korps baju coklat itu pun mulai dibawa-bawa dalam penerbitan surat persetujuan berlayar atau SPB.

Catatan ini bersifat subyektif. Mohon maaf jika ada yang tersinggung. Mumpung masih suasana Syawalan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com