Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Sri Lanka) Sir John Kotelawala mengundang para perdana menteri dari Birma, India, Indonesia, dan Pakistan untuk mengadakan pertemuan informal pada Konfrensi Kolombo.
Presiden Soekarno merespon dengan menekankan kepada Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo untuk menyampaikan ide diadakannya Konferensi Asia-Afrika pada pertemuan tersebut.
Soekarno menyebut KAA merupakan cita-cita bersama untuk membangun solidaritas Asia Afrika dan telah dilakukan melalui pergerakan nasional melawan penjajahan.
Konferensi Kolombo lalu diadakan pada 28 Apil-2 Mei 1954 untuk membicarakan masalah-masalah kepentingan bersama.
Pada konferensi tersebut, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mengusulkan perlunya pertemuan lain yang lebih luas antara Negara-negara Afrika dan Asia untuk membicarakan berbagai masalah krusial.
Usul tersebut diterima oleh semua peserta walaupun masih dalam suasana skeptis.
Lalu setelahnya, pada 28-29 Desember 1954, pemerintah Indonesia mengundang perdana menteri peserta Konferensi Kolombo di Bogor untuk membicarakan persiapan KAA.
Pertemuan tersebut berhasil merumuskan tentang agenda, tujuan, dan negara-negara yang diundang pada KAA serta menunjuk Bandung menjadi tuan rumah pelaksanaan KAA.
Pada 18 April 1955, Konferesi Asia-Afrika dihadiri oleh 29 negara peserta di Gedung Merdeka, Bandung.
Para delegasi negara peserta banyak yang memakai pakanan nasional dari negaranya masing-masing kemudian berjalan dari Hotel Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka.
Masyarakat Indonesia yang menyaksikan kehadiran para delegasi menyambutnya dengan tepuk tangan dan sorak sorai riang gembira.
Peristiwa tersebut dikenal dengan nama "Langkah Bersejarah" atau The Bandung Walks.
Pada pukul 10.20 WIB, setelah diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Soekarno mengucapkan pidato pembuka yang berjudu "Let a New Asia And a New Africa be Born" (Mari Kita Lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru).
Soekarno dalam pidatonya menyampaikan, walaupun peserta KAA berasal dari bangsa, latar belakang sosial, budaya, agama yang berlainan akan tetapi dapat dipersatukan oleh pengalaman pahit akibat kolonialisme.
“Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin-pemimpin Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia Afrika tidak akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada umat manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!," ucap Soekarno.
Pada 24 April 1955, Sidang Umum Konferensi Asia-Afrika dinyatakan ditutup dengan menghasilkan rumusahan pernyataan dari para peserta konfrensi.
Berikut ini adalah konsensus yang dituangkan dalam komunike akhir:
Deklarasi yang tercantum pada komunike tersebut, selanjutnya dikenal dengan sebutan Dasasila Bandung, yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia.
Baca juga: Konferensi Asia Afrika 1955: Persiapan, Hasil dan Kendala