Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Larang Ekspor Minyak Goreng, Apakah Harganya Akan Turun?

Kompas.com - 24/04/2022, 07:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Larangan tersebut berlaku mulai Kamis, 28 April 2022 hingga batas waktu yang akan ditentukan.

“Saya akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau,” ujar Jokowi, dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (22/4/2022).

Melalui kebijakan pelarangan ekspor, apakah harga minyak goreng akan turun?

Baca juga: Larangan Ekspor Minyak Goreng dan Sejumlah Dampaknya

Belum tentu turun

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan CPO belum tentu menurunkan harga minyak goreng.

Sebab menurutnya, penurunan harga hanya bisa dilakukan jika kebijakan larangan ekspor dibarengi dengan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng.

“Apakah harga minyak goreng akan turun? Belum tentu harga akan otomatis turun kalau tidak dibarengi dengan kebijakan HET di minyak goreng kemasan,” kata Bhima kepada Kompas.com, Sabtu (23/4/2022).

Bhima menambahkan, selama ini permasalahan terletak pada sisi pengawasan produsen dan distributor yang lemah.

Untuk itu, yang harus dilakukan bukan melarang ekspor. Melainkan, cukup mengembalikan kebijakan domestic market obligation (DMO) CPO pada angka 20 persen.

DMO sendiri merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit untuk memenuhi stok dalam negeri.

“Pasokan 20 persen dari total ekspor CPO untuk kebutuhan minyak goreng lebih dari cukup. Sekali lagi tidak tepat apabila pelarangan total ekspor dilakukan,” kata Bhima.

Baca juga: Jadi Tersangka Kasus Minyak Goreng, Berapa Harta Kekayaan Indrasari Wisnu Wardhana?

Larangan ekspor menguntungkan Malaysia

Indonesia merupakan negara dengan produksi minyak sawit mentah terbesar di dunia. Sementara di posisi kedua, ditempati oleh negara tetangga, Malaysia.

Adanya larangan ekspor, menurut Bhima akan menguntungkan Malaysia sebagai pesaing CPO Indonesia.

Bukan hanya itu, negara lain yang memproduksi minyak nabati alternatif, seperti soybean oil dan sunflower oil juga ikut diuntungkan.

Bhima juga menambahkan, jika hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tak perlu sampai menghentikan ekspor.

Lantaran kebijakan yang sama pernah juga dilakukan pada komoditas batubara di Januari 2022. Hasilnya pun tidak menyelesaikan masalah.

“Apakah masalah selesai? Kan tidak, justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri. Cara-cara seperti itu harus dihentikan,” ujar Bhima.

Baca juga: Duduk Perkara Kasus Ekspor Minyak Goreng Dirjen Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana

Kehilangan devisa

Bhima menyebut, Indonesia juga terancam akan kehilangan devisa sebesar 3 miliar dollar AS.

Pasalnya selama Maret 2022, nilai ekspor CPO Indonesia mencapai 3 miliar dollar AS.

“Jadi estimasinya Mei apabila asumsinya pelarangan ekspor berlaku 1 bulan penuh, kehilangan devisa sebesar 3 miliar dollar AS akan terjadi,” jelas dia.

Angka tersebut, imbuh Bhima, setara 12 persen dari total ekspor non-migas. Hal ini menurutnya juga bisa menghancurkan stabilitas rupiah.

“Tolong Pak Jokowi pikirkan kembali kebijakan yang tidak solutif ini. Pembisik Pak Jokowi juga jangan asal kasih saran kebijakan yang menyesatkan,” saran Bhima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com