Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Dawam
Anggota Kompolnas

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) periode 2020-2024. Anggota Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta selama dua periode, sejak 2012 hingga 2020.

Membaca Pancasila Dalam Kebinekaan Kita

Kompas.com - 06/04/2022, 10:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kultur sosial masyarakat Barat dibangun berdasarkan kedaulatan individual untuk menentukan nasibnya sendiri secara otonom, termasuk dalam beragama. Sedangkan dalam masyarakat Timur termasuk Nusantara, kultur sosialnya ditata berdasarkan pranata kesatuan kosmik antara manusia, alam dan Tuhan dengan posisi spiritualitas yang berdaulat.

Hal ini berdampak pada pendekatan yang berbeda terhadap agama. Bagi penganut pluralisme, agama semata soal HAM yang tidak memiliki muatan spiritualitas. Ia menjadi bagian dari kehormatan kemanusiaan yang harus dihormati termasuk oleh agama.

Sedangkan bagi penganut paham kebinekaan, agama didekati sebagai realitas spiritual. Kedaulatan Tuhan dipahami sebagai kekuatan yang meliputi segala hal, termasuk keragaman agama. Beragama tidak semata merupakan HAM tetapi keniscayaan hidup yang secara inheren bersifat ketuhanan.

Kerangka Pancasila

Karena menjadi bagian dari Pancasila, maka kebinekaan juga satu paket dengan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai ini mengacu pada lima hal.

Pertama, kebinekaan menjadi bagian dari ajaran agama yang toleran. Meminjam istilah Soekarno, berketuhanan secara berkebudayaan. Artinya mengamalkan ajaran Tuhan dengan menghargai keragaman budaya, serta beragama secara kultural.

Dengan tidak menjadikan agama sebagai nilai-nilai politik formalistis, umat beragama telah mengembangkan dimensi budaya dari agama yang terbukti lebih produktif bagi pengembangan hidup yang harmonis.

Jika memakai pandangan KH Abdurrahman Wahid, beragama secara sosio-kultural, bukan sosio-politis. Agama yang mengajarkan perbaikan kondisi sosial kemasyarakatan, dikembangkan melalui modal budaya dan nilai-nilai kultural yang hidup dan eksis di masyarakat. Bukan melalui institusionalisasi agama dalam bentuk kapital negara.

Kedua, kebinekaan menjadi bagian dari perlindungan HAM, tetapi tidak dalam rangka individualisme, melainkan kolektivisme. Kemanusiaan yang dimuliakan Pancasila bukan manusia per-individu dengan status abstrak, melainkan manusia yang hidup di dalam kolektivitas yang memiliki nilai-nilai kultural sendiri yang berstatus konkret.

Perawatan terhadap keragaman oleh karena itu tidak dalam rangka pembebasan individu dari masyarakat, tetapi justru dalam rangka merawat keharmonisan masyarakat lebih luas.

Ketiga, kebinekaan diperjuangkan demi perawatan rajutan kebangsaan. Ini yang membuktikan bahwa kebinekaan tidak berpusat pada individualisme, melainkan pada kolektivisme bangsa. Dengan demikian, penegakan kebinekaan harus hati-hati, dengan tidak mendesakkan kebebasan beragama tanpa kewaspadaan pada integrasi nasional.

Dalam kaitan inilah, pola-pola budaya yang menjadi tradisi bangsa dalam merawat keragaman harus lebih ditekankan dari pada penetrasi gerakan sekuler atas nama HAM dan demokrasi Barat.

Keempat, kebinnekaan juga dirawat melalui prosedur demokrasi berbasis musyawarah. Di dalam musyawarah, unit pelaksana ialah masyarakat dan negara yang merumuskan regulasi bersama secara deliberatif. Model demokrasi yang dikembangkan Pancasila bukan demokrasi prosedural dengan pemuliaan utama pada pemenuhan hak-hak sipil, melainkan praktik demokrasi yang menyeimbangkan hak politik dengan hak ekonomi dan budaya.

Dengan cara ini, perawatan kemajemukan dan praktik demokrasi tidak tercerabut dari akar budaya tradisi bangsa.

Kelima, kebinekaan diperjuangkan demi terwujudnya keadilan sosial, bukan demi kebebasan kemanusiaan yang abai dengan ketimpangan struktural yang ada. Selama ini, perawatan keragaman sering dilakukan secara terpisah dengan proses transformasi sosial, sehingga beragama tidak lagi terkait dengan upaya menegakkan keadilan sosial.

Dengan berpijak pada konsep yang tepat berdasarkan kebinekaan dan Pancasila, maka upaya perawatan kehidupan beragama dan berbangsa tidak akan menjadi bagian dari masalah, tetapi betul-betul menjadi solusi dari setiap masalah yang selalu tumbuh dan berkembang di setiap rentang waktu dan tempat manapun. Wallahu a’lam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com