Menurutnya, kenaikan tersebut langsung menguras cashflow dan membuat BUMN berada di bawah tekanan utang atau debt distress.
Ada tekanan utang yang cukup dalam karena ada lonjakan harga minyak mentah secara global.
"Sementara dari sisi pemerintah dana kompensasinya mungkin kurang, sehingga kemudian dinaikan ke level konsumen, ini kan konsekuensi pertama," kata Bhima.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Bikin Harga Minyak Naik, Ini Dampaknya bagi Harga BBM di Indonesia
Konsekunsi kedua ada bagi BUMN karya yang memiliki beban utang atau debt to equity rasio-nya juga besar harus waspada.
Pasalnya, krisis di Ukraina juga menciptakan dua hal faktor kunci yang salah satunya adalah fluktuasi nilai tukar yang membuat beban utang luar negeri naik.
Termasuk di dalamya adalah bunga pinjaman juga akan semakin mahal.
Kedua, trend kenaikan suku bunga akan lebih cepat jadi bunga pinjaman juga akan naik.
"Jadi sudah rate bunga pinjamanya naik secara nominal karena fluktuasi nilai tukar terhadap dollar akhirnya juga membuat utang luar negerinya juga mengalami kenaikan, itu kondisi yang membuat BUMN yang debt equity rationya cukup tinggi atau beban utang terhadap modalnya cukup besar, ini akan kesulitan menghadapi krisis ukraina," kata Bhima.
Sementara itu, desakan dari masyarakat juga kuat untuk bagaimana BUMN bisa berkontribusi untuk menjaga stabilitas harga. Kini, yang harus diperhatikan adalah risiko utang BUMN.
Baca juga: Simbol Huruf Z di Tank dan Kendaraan Militer Rusia, Apa Artinya?
Bhima menambahkan, dampak ekonomi Indonesia dari ketegangan Rusia-Ukraina akan paling terasa di sektor keuangan.
Hal ini terlihat dari kondisi Rupiah yang sudah melemah dan bergerak di Rp 14.500, dan bisa terus bergerak mendekati level Rp 15.000.
"Dalam kondisi konflik, jika eskalasinya semakin meluas dan melibatkan banyak negara, ini bisa berdampak pada stabilitas di kawasan, dan tentunya ini akan merugikan prospek pemulihan, stabilitas moneter yang ada di Indonesia, karena bertepatan dengan tapering off dan kenaikan suku bunga yang terjadi di negara-negara maju," ucap dia.
Harga komoditas, juga menjadi efek ekonomi yang dihadapi Indonesia.
"Dengan minyak mentah yang sudah tembus USD 100 per barel, akan meningkatkan inflasi dan membuat biaya pengiriman (logistik) menjadi jauh lebih mahal. Efeknya adalah harga kebutuhan pokok semakin meningkat, daya beli masyarakat semakin rendah, dan efek terhadap subsidi energi juga akan membengkak cukup singnifikan," imbuhnya.
Dengan demikian, Bhima menyarankan, pemerintah sebaiknya segera melakukan APBN perubahan untuk menyesuaikan kembali beberapa indikator khususnya nilai tukar rupiah, juga inflasi.
Baca juga: Ekonomi Masyarakat Diprediksi Meningkat pada 2022, Ini Alasannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.