Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simak, Ini Alasan Covid-19 Berbahaya bagi Pemilik Komorbid

Kompas.com - 17/02/2022, 16:05 WIB
Taufieq Renaldi Arfiansyah,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia beberapa waktu terakhir terus mengalami kenaikan signifikan.

Pada Rabu (16/2/2022), data dari Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 menunjukkan ada penambahan 64.718 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.

Penambahan kasus harian Covid-19 tersebut merupakan yang tertinggi sejak pertama kali diumumkan oleh pemerintah pada 2 Maret 2020.

Angka tersebut juga sudah melampaui rekor tertinggi kasus Delta yaitu 56.757 pada 15 Juli 2021.

Baca juga: Ketahui, Ini Efek Samping Vaksin Covid-19 Booster

Masyarakat harus semakin waspada dengan angka kenaikan yang semakin hari makin tinggi, tak terkecuali bagi masyarakat yang memiliki penyakit kronis atau komorbid.

Diketahui, penyakit komorbid adalah salah satu istilah yang kerap muncul ketika membahas penyakit Covid-19.

Orang-orang dengan penyakit komorbid disebut lebih berisiko menderita gejala yang lebih parah apabila terinfeksi virus Corona.

Sementara itu, komorbiditas adalah kondisi di mana seseorang menderita dua penyakit atau lebih pada saat yang bersamaan. Penyakit tersebut umumnya bersifat kronis atau menahun.

Baca juga: Berikut Gejala Omicron dan Pengobatannya

Bahaya virus Corona bagi komorbid

Beberapa penelitian merekomendasikan para penyintas Covid-19 yang sempat dirawat inap di rumah sakit, baik dengan komorbiditas maupun tanpa komorbiditas, untuk melakukan evaluasi seminggu setelah rawat inap. Ini dilakukan untuk memantau apakah penyintas memiliki long covid atau tidak.PEXELS/ANDREA PIACQUADIO Beberapa penelitian merekomendasikan para penyintas Covid-19 yang sempat dirawat inap di rumah sakit, baik dengan komorbiditas maupun tanpa komorbiditas, untuk melakukan evaluasi seminggu setelah rawat inap. Ini dilakukan untuk memantau apakah penyintas memiliki long covid atau tidak.

Dekan Fakultas Kedokteran UNS Prof Reviono memberi penjelasan bahwa komorbid itu berbahaya apalagi yang menyebabkan menurunkan kekebalan tubuh.

"Pada dasarnya komorbid yang menurunkan kekebalan tubuh itu berbahaya," kata Reviono ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (16/2/2022).

Berikut beberapa penyakit yang menyerang imunitas tubuh menurut Reviono:

  • Diabetes melitus (DM)
  • Penyakit gagal ginjal
  • Asma
  • Bronkritis kronik
  • Kanker dan masih banyak lagi

Baca juga: Apakah Kasus Pertama Omicron di Indonesia Merupakan Transmisi Lokal?

Penyakit Jantung

Pada penyakit jantung, selain menyerang kekebalan, penyakit ini juga dapat membuat komplikasi.

Pada pasien Covid-19 yang memiliki komorbid penyakit jantung biasa akan terjadi hiper koagulopati atau yang disebut gangguan penggumpalan darah.

Kejadian tersebut telah membuat banyak kematian.

"Jadi darahnya menjendal. Itu yang banyak menyebabkan kematian," ujar Reviono.

Baca juga: Apakah Varian Omicron Meningkatkan Kasus Kematian di Indonesia?

Penyakit paru-paru

Puskesmas Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, memulai vaksinasi Covid-19 Moderna bagi masyarakat umum, Jumat (20/8/2021).Dokm Puskesmas Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, memulai vaksinasi Covid-19 Moderna bagi masyarakat umum, Jumat (20/8/2021).

Penyakit paru dapat memperberat gejala virus Corona, karena paru-parunya sudah sakit ditambah dengan virus Corona yang menyerang bagian pernapasan.

Reviono memberi contoh penyakit paru yang dapat memperberat fusngi paru seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan bronkritis kronik.

"Itu tentunya semakin berat gangguan fungsi parunya," kata dia.

Baca juga: Kenali Gejala Awal Diabetes dan Cara Mencegahnya

Diabetes melitus

Diabetes meritus merupakan salah satu penyakit yang paling besar menurunkan kekebalan tubuh. Karena sel-sel kekebalan tertekan jumlah dan fungsinya.

"Fungsi sel-sel kekebalan ini menurun pada penyakit diabetes melitus," ungkap Reviono.

Walaupun diabetes merupakan satalah satu yang paling besar menurunkan imunitas, namun sebenarnya semua penyakit yang disebutkan juga memiliki tingkat bahaya yang relatif sama, seperti halnya dengan penyakit kanker.

Diabetes dan hipertensi merupakan dua komorbid yang sering menyebabkan kematian, karena jumlah penderitanya banyak di Indonesia dari penyakit kronis lain.

Untuk penyakit kanker juga memiliki tingkat bahaya yang sama, namun karena pengidap penyakit kanker tidak sebanyak diabetes dan hipertensi maka untuk kasus kematiannya tidak begitu banyak.

Baca juga: Kenali Perbedaan Gejala Omicron dengan Flu Biasa, Apa Saja?

Pasien komorbid perlu perhatian ekstra

Bagi pasien komorbid yang terkena virus Corona harus dirawat di rumah sakit, walaupun memiliki gejala ringan.

Hal ini berbeda dengan orang tanpa komorbid yang dapat melakukan isolasi mandiri di rumah ketika terkena virus Corona.

"Kalau kena Covid itu sebaiknya tidak isoman walaupun gejalanya ringan, tapi dirawat di rumah sakit," ujar Reviono.

Sedangkan untuk tata laksananya di rumah sakit, pasien komorbid akan mendapatkan dua jenis obat, obat untuk penyakit Covid-19 dan juga obat untuk komorbidnya.

Diharapakan pasien yang memiliki komorbid dapat mengontrol atau mengobati secara rutin penyakitnya agar imunitasnya lebih baik dari pada tidak dikontrol.

Baca juga: Apakah Isolasi Mandiri Bisa Diakhiri Lebih Cepat dengan PCR?

Bagi komorbid lebih parah varian Delta atau Omicron?

Untuk pasien yang memiliki komorbid virus Corona varian Delta maupun Omicron menurutnya sama-sama berbahaya. Karena penderita komorbid memiliki masalah menurunnya kekebalan tubuh.

Berbeda dengan orang tanpa komorbid, varian Delta lebih berbahaya daripada varian Omicron. Karena orang tanpa komorbid relatif dapat menangkal Omicron yang kurang ganas.

"Tapi kalau yang komorbid karena masalah di kekebalannya itu kemasukan virus apa pun ya beresiko untuk gejala berat," jelas Reviono.

Saran untuk pengidap komorbid

Reviono menyarankan untuk orang yang memiliki komorbid agar tidak keluar rumah kecuali terpaksa, dan jika keluar rumah harus dengan protokol kesehatan yang ketat.

Dan juga pengidap komorbid diharapkan untuk mengobati penyakitnya dengan melakukan kontrol rutin dengan dokter agar penyakitnya terkontrol.

Baca juga: Apakah PCR Bisa Mendeteksi Varian Omicron?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo INgfografik: 10 Gejala Varian Virus Corona Omicron

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Bupati Halmahera Utara Ancam Demonstran Pakai Parang, Berujung Dilaporkan ke Polisi

Kronologi Bupati Halmahera Utara Ancam Demonstran Pakai Parang, Berujung Dilaporkan ke Polisi

Tren
Bukan Mewakili Jumlah Anggota, Ini Makna 12 Bintang Emas yang Ada di Bendera Uni Eropa

Bukan Mewakili Jumlah Anggota, Ini Makna 12 Bintang Emas yang Ada di Bendera Uni Eropa

Tren
Pendaftaran PPDB SD Surabaya 2024 Jalur Zonasi Kelurahan Dibuka, Klik Sd.ppdbsurabaya.net/pendaftaran

Pendaftaran PPDB SD Surabaya 2024 Jalur Zonasi Kelurahan Dibuka, Klik Sd.ppdbsurabaya.net/pendaftaran

Tren
Mengenal Robot Gaban 'Segede Gaban', Sebesar Apa Bentuknya?

Mengenal Robot Gaban "Segede Gaban", Sebesar Apa Bentuknya?

Tren
Motif Ibu di Tangsel Rekam Video Cabuli Anak Sendiri, Mengaku Diancam dan Dijanjikan Rp 15 Juta

Motif Ibu di Tangsel Rekam Video Cabuli Anak Sendiri, Mengaku Diancam dan Dijanjikan Rp 15 Juta

Tren
Perang Balon Berlanjut, Pembelot Korea Utara Ancam Kirim 5.000 USB Berisi Drama Korea Selatan

Perang Balon Berlanjut, Pembelot Korea Utara Ancam Kirim 5.000 USB Berisi Drama Korea Selatan

Tren
Terdampak Balon Isi Sampah dari Korut, Warga Korsel Bingung Minta Ganti Rugi ke Siapa

Terdampak Balon Isi Sampah dari Korut, Warga Korsel Bingung Minta Ganti Rugi ke Siapa

Tren
Video Viral Bocah Jatuh dari JPO Tol Jatiasih karena Pagar Berlubang, Jasa Marga Buka Suara

Video Viral Bocah Jatuh dari JPO Tol Jatiasih karena Pagar Berlubang, Jasa Marga Buka Suara

Tren
Iuran Tapera Dinilai Belum Bisa Dijalankan, Ini Alasannya

Iuran Tapera Dinilai Belum Bisa Dijalankan, Ini Alasannya

Tren
Maladewa Larang Warga Israel Masuk Negaranya, Solidaritas untuk Palestina

Maladewa Larang Warga Israel Masuk Negaranya, Solidaritas untuk Palestina

Tren
Syarat dan Cara Daftar PPDB Jabar 2024, Akses di Sapawarga atau Klik ppdb.jabarprov.go.id

Syarat dan Cara Daftar PPDB Jabar 2024, Akses di Sapawarga atau Klik ppdb.jabarprov.go.id

Tren
Profil Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, Kepala dan Wakil Kepala IKN yang Mengundurkan Diri

Profil Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, Kepala dan Wakil Kepala IKN yang Mengundurkan Diri

Tren
Heboh Orang Ngobrol dengan Layar Bioskop di Grand Indonesia, Netizen: Sebuah Trik S3 Marketing dari Lazada Ternyata

Heboh Orang Ngobrol dengan Layar Bioskop di Grand Indonesia, Netizen: Sebuah Trik S3 Marketing dari Lazada Ternyata

BrandzView
Pelari Makassar Meninggal Diduga 'Cardiac Arrest', Kenali Penyebab dan Faktor Risikonya

Pelari Makassar Meninggal Diduga "Cardiac Arrest", Kenali Penyebab dan Faktor Risikonya

Tren
Respons MUI, Muhammadiyah, dan NU soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Respons MUI, Muhammadiyah, dan NU soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com