Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Flexing adalah Sikap Pamer dan Bisa Jadi Hanya Strategi Marketing

Kompas.com - 15/02/2022, 20:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Flexing adalah istilah yang digunakan untuk pamer kekayaan. Namun flexing bisa jadi hanya sebagai salah satu strategi marketing

Keberadaan media sosial membuat flexing semakin mudah. Sulit untuk tidak flexing ketika kita memiliki sesuatu untuk dipamerkan.

Secara online, manusia juga ingin sebagai seseorang yang memiliki kekayaan, menarik secara fisik, cerdas, dan populer.

Baca juga: Apa Itu Flexing? Ramai Disebut di Media Sosial dan Apa Tujuannya?

Flexing itu apa?

Menurut Cambridge Dictionary, flexing adalah menunjukkan sesuatu yang dimiliki atau diraih tetapi dengan cara yang dianggap oleh orang lain tidak menyenangkan.

Sedangkan menurut kamus Merriam-Webster, flexing adalah memamerkan sesuatu atau yang dimiliki secara mencolok.

Contoh flexing adalah seorang influencer yang flexing tas buatan desainer atau kemewahan lainnya di media sosial.

Sejarah dan asal mula kata Flexing

Dirangkum dari laman Dictionary.com, asal mula munculnya arti kata flexing adalah bahasa gaul dari kalangan ras kulit hitam untuk "menunjukkan keberanian" atau "pamer" sejak tahun 1990-an.

Dikutip dari Kontan, Rapper Ice Cube secara khusus menggunakannya dalam lagunya tahun 1992 berjudul It Was a Good Day dengan liriknya Saw the police and they rolled right past me/No flexin’, didn’t even look in a n*gga’s direction as I ran the intersection.

Selain itu, asal kata "flex" atau flexing adalah melenturkan otot seseorang, yaitu untuk menunjukkan seberapa kuat fisik seseorang dan seberapa siap seseorang bertarung.

Hal ini menjadi metafora arti flexing adalah mereka berpikir lebih baik dari yang lainnya.

Selanjutnya, kata "flex" atau flexing menjadi populer pada tahun 2014 berkat No Flex Zone dari Rae Sremmurd yang berarti area untuk orang-orang yang santai, bersikap seperti dirinya sendiri, dan tidak pamer atau pura-pura menjadi pribadi yang berbeda.

Dapat disimpulkan dalam bahasa gaul, orang yang flexing adalah dianggap suka berbohong memiliki banyak kekayaan meski realitanya tidak.

Banyak yang berpendapat bahwa kata flexing adalah orang yang palsu, memalsukan, atau memaksakan gaya agar diterima dalam pergaulan.

Baca juga: Fenomena Artis Pamer Kekayaan di Media Sosial, Kok Netizen Menikmati?

 

Pendapat ahli tentang flexing

Akademisi dan praktisi bisnis asal Indonesia Prof. Rhenald Kasali, Ph.D mengatakan, orang kaya yang sesungguhnya tidak ingin menjadi pusat perhatian.

Sebab, ada sebuah pepatah yang mengatakan poverty screams, but wealth whispers.

"Biasanya, kalau semakin kaya orang-orang justru semakin menghendaki privasi, tidak ingin jadi pusat perhatian," tutur guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu. 

Oleh karena itu, flexing menurut Rhenald justru bukan cerminan orang kaya yang sesungguhnya.

Baca juga: First Travel, Awal Berdiri, Lakukan Penipuan hingga Akhirnya Tumbang

Strategi marketing

Terdakwa yaitu Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Direktur Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan menjalani sidang eksepsi kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh agen perjalanan umrah First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Senin (26/2/2018).KRISTIANTO PURNOMO Terdakwa yaitu Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Direktur First Travel Anniesa Hasibuan, dan Direktur Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan menjalani sidang eksepsi kasus dugaan penipuan dan penggelapan oleh agen perjalanan umrah First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Senin (26/2/2018).

Bahkan, jika benar-benar tujuannya untuk menarik perhatian, flexing bisa jadi hanya menjadi strategi marketing.

Rhenald mencontohkan kasus First Travel yang sempat heboh beberapa tahun lalu.

Si pemilik bisnis sekaligus pelaku sebelumnya sangat sering memamerkan kekayaannya di media sosial.

Semua itu dilakukan juga agar para target pelanggannya percaya untuk menggunakan jasa First Travel.

Sebab, terkadang orang menaruh kepercayaan hanya karena melihat kekayaannya.

“Flexing itu ternyata marketing untuk membangun kepercayaan dan menunjukkan kepada customer. Akhirnya, customer percaya dan menaruh uangnya untuk ibadah umrah, walau akhirnya banyak yang tidak berangkat," terangnya.

Baca juga: Dilema Kasus First Travel, Antara Hak Korban dan Pembagian Aset

Salah seorang perwakilan First Travel akhirnya menemui para calon jemaaah umrah yang datang ke kantor pusat mereka di Green Tower, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (24/7/2017) siang. Kedatangan itu terjadi setelah sebelumnya para jemaah harus menunggu sejak pagi.Kompas.com/Alsadad Rudi Salah seorang perwakilan First Travel akhirnya menemui para calon jemaaah umrah yang datang ke kantor pusat mereka di Green Tower, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (24/7/2017) siang. Kedatangan itu terjadi setelah sebelumnya para jemaah harus menunggu sejak pagi.

Nah itulah penjelasan mengenai flexing adalah sikap pamer dan contohnya. Serta pendapat ahli mengenai tujuan flexing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com