Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tepatkah Perilaku Menutupi KDRT? Ini Jawaban Psikolog

Kompas.com - 03/02/2022, 19:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) seringkali terjadi tanpa terungkap.

Sebagian korban KDRT cenderung malu untuk mengungkap kekerasan yang telah dialami kepada lain pihak.

Akibatnya, kekerasan oleh pelaku KDRT akan terus terjadi. Sementara korban akan semakin tertekan, tanpa dukungan dan bantuan.

Lantas, tepatkah perilaku menutupi KDRT?

Baca juga: Bukan Aib, Ini yang Harus Dilakukan Saat Jadi Korban KDRT

Menutupi bukan solusi

Menjawab pertanyaan tersebut, Kompas.com menghubungi Psikolog Personal Growth Ivana Kamilie, M.Psi.

Dia menjelaskan, masih banyak masyarakat menganggap KDRT sebagai sebuah aib yang harus ditutupi.

Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab diamnya korban KDRT, salah satunya karena malu dan menganggap KDRT adalah ranah keluarga.

Selain itu, korban bisa juga merasa takut akan perilaku pelaku yang bisa semakin buruk, saat mereka menceritakan perihal kekerasan ini kepada orang lain.

Di sisi lain, diam dan menutupi justru hanya akan memperburuk kondisi korban sendiri.

“Saat mendapat perlakukan kasar secara fisik hingga menyebabkan luka, justru akan semakin parah jika ditutupi. Atau kekerasan psikis yang dapat menyebabkan korban trauma, cemas, bahkan depresi. Itu akan memperparah korban,” kata Ivana, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/2/2022)

Padahal, lanjut Ivana, akan lebih baik saat terjadi kekerasan fisik, korban KDRT ada di dalam support system yang dapat membantu dia.

Caranya adalah dengan tidak menutupi kekerasan yang diterima, agar korban dapat dibantu oleh lingkungan terdekat atau bahkan psikolog maupun pihak netral lain.

“Jadi permasalahan KDRT bukan hanya permasalahan yang hanya diketahui oleh keluarga. Tapi ketika sudah menjadi kekerasan, kita perlu untuk membagikan dan menceritakan kepada orang terdekat untuk mendapatkan dukungan secara emosional,” kata Ivana.

Baca juga: Oki Setiana Dewi Banjir Kritikan Usai Dianggap Normalisasi KDRT

Langkah yang harus diambil korban

Jika terjadi permasalahan dalam rumah tangga dan masih bisa diselesaikan antara suami dan istri, maka lebih baik untuk diselesaikan oleh mereka terlebih dahulu.

Namun, korban KDRT harus memahami jika sudah tidak bisa diselesaikan berdua, lebih baik melibatkan pihak ketiga yang memang netral.

“Kalau sudah sama sekali tidak bisa, bisa datang ke psikolog untuk konsultasi permasalahan keluarga, ini sebaiknya bagaimana diselesaikan. Dan kalau misalnya sudah terjadi kekerasan fisik, akan lebih baik jika lakukan visum dan lapor ke kantor polisi sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” ujar Ivana.

Korban juga dapat melaporkan pelaku ke Komnas Perempuan (jika korban wanita) atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) terdekat.

Terakhir, Ivana menyampaikan pesan kepada para korban kekerasan untuk coba merefleksikan diri dengan mengajukan pertanyaan, seperti "apakah saya layak mendapat perlakuan KDRT dari pasangan?".

“Dan apakah saya bahagia ketika mendapatkan kekerasan seperti ini?” tutup Ivana.

Baca juga: Kebiri Kimia adalah Hukuman untuk Pelaku Kekerasan Seksual

Hotline Pengaduan KDRT

Jika Anda berada dalam suatu hubungan tidak sehat dan bahkan mengalami kekerasan, jangan ragu untuk mengadukannya melalui beberapa kontak pengaduan KDRT berikut.

  • Call center 119 ext. 8 (Psychological First Aid)
  • Komnas Perempuan 0821 2575 1234
  • Kementerian Sosial RI 1500 771
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com