KOMPAS.com - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) seringkali terjadi tanpa terungkap.
Sebagian korban KDRT cenderung malu untuk mengungkap kekerasan yang telah dialami kepada lain pihak.
Akibatnya, kekerasan oleh pelaku KDRT akan terus terjadi. Sementara korban akan semakin tertekan, tanpa dukungan dan bantuan.
Lantas, tepatkah perilaku menutupi KDRT?
Baca juga: Bukan Aib, Ini yang Harus Dilakukan Saat Jadi Korban KDRT
Menjawab pertanyaan tersebut, Kompas.com menghubungi Psikolog Personal Growth Ivana Kamilie, M.Psi.
Dia menjelaskan, masih banyak masyarakat menganggap KDRT sebagai sebuah aib yang harus ditutupi.
Beberapa hal yang dapat menjadi penyebab diamnya korban KDRT, salah satunya karena malu dan menganggap KDRT adalah ranah keluarga.
Selain itu, korban bisa juga merasa takut akan perilaku pelaku yang bisa semakin buruk, saat mereka menceritakan perihal kekerasan ini kepada orang lain.
Di sisi lain, diam dan menutupi justru hanya akan memperburuk kondisi korban sendiri.
“Saat mendapat perlakukan kasar secara fisik hingga menyebabkan luka, justru akan semakin parah jika ditutupi. Atau kekerasan psikis yang dapat menyebabkan korban trauma, cemas, bahkan depresi. Itu akan memperparah korban,” kata Ivana, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/2/2022)
Padahal, lanjut Ivana, akan lebih baik saat terjadi kekerasan fisik, korban KDRT ada di dalam support system yang dapat membantu dia.
Caranya adalah dengan tidak menutupi kekerasan yang diterima, agar korban dapat dibantu oleh lingkungan terdekat atau bahkan psikolog maupun pihak netral lain.
“Jadi permasalahan KDRT bukan hanya permasalahan yang hanya diketahui oleh keluarga. Tapi ketika sudah menjadi kekerasan, kita perlu untuk membagikan dan menceritakan kepada orang terdekat untuk mendapatkan dukungan secara emosional,” kata Ivana.
Baca juga: Oki Setiana Dewi Banjir Kritikan Usai Dianggap Normalisasi KDRT
Jika terjadi permasalahan dalam rumah tangga dan masih bisa diselesaikan antara suami dan istri, maka lebih baik untuk diselesaikan oleh mereka terlebih dahulu.
Namun, korban KDRT harus memahami jika sudah tidak bisa diselesaikan berdua, lebih baik melibatkan pihak ketiga yang memang netral.
“Kalau sudah sama sekali tidak bisa, bisa datang ke psikolog untuk konsultasi permasalahan keluarga, ini sebaiknya bagaimana diselesaikan. Dan kalau misalnya sudah terjadi kekerasan fisik, akan lebih baik jika lakukan visum dan lapor ke kantor polisi sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” ujar Ivana.
Korban juga dapat melaporkan pelaku ke Komnas Perempuan (jika korban wanita) atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) terdekat.
Terakhir, Ivana menyampaikan pesan kepada para korban kekerasan untuk coba merefleksikan diri dengan mengajukan pertanyaan, seperti "apakah saya layak mendapat perlakuan KDRT dari pasangan?".
“Dan apakah saya bahagia ketika mendapatkan kekerasan seperti ini?” tutup Ivana.
Baca juga: Kebiri Kimia adalah Hukuman untuk Pelaku Kekerasan Seksual
Jika Anda berada dalam suatu hubungan tidak sehat dan bahkan mengalami kekerasan, jangan ragu untuk mengadukannya melalui beberapa kontak pengaduan KDRT berikut.