Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/01/2022, 15:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial belakangan diramaikan dengan video menampilkan sekelompok warga yang mengejar pengendara mobil dan meneriakinya maling.

Padahal, pengendara mobil yang diketahui seorang kakek berusia 89 tahun itu bukan pencuri karena tengah mengendarai mobil miliknya.

"Bukan (maling), itu warga aja salah persepsi. Itu punya sendiri kok, sudah kami cek," kata Kasat Reskrim Jakarta Timur AKBP Ahsanul Muqaffi.

Akibat provokasi itu, pengendara lainnya ikut mengejar mobil dan ikut menghakimi si kakek hingga meninggal dunia.

Kasus ini menjadi catatan panjang warga main hakim sendiri dan berujung kematian.

Akhir Oktober lalu, seorang pencuri di Garut juga tewas dihakimi massa dan dikubur hidup-hidup.

Lantas, mengapa aksi main hakim sendiri masih sering terjadi? Berikut penjelasan ahli:

Baca juga: Soal Indeks Literasi Digital, Mengapa Jawa Kalah dengan Daerah Lain?

Fenomena main hakim sendiri

Dosen Studi Antropologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Budi Rajab mengatakan, peristiwa ini sekaligus menegaskan bahwa kekerasan masih melekat di tubuh masyarakat.

Sehingga, masyarakat mudah terprovokasi untuk melakukan aksi main hakim sendiri pada seseorang yang dituduh berkelakuan lain, dalam hal ini berbuat kriminal.

Tak hanya itu, main hakim sendiri juga termasuk bukti belum adanya kepercayaan pada penegak hukum.

"Karena banyak kejadian, pengalaman mereka mungkin dengan tidak main hakim sendiri, ketika diberikan ke kepolisian, pelaku tidak diapa-apain," kata Budi, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/1/2022).

Selain itu, proses hukum yang panjang juga membentuk persepsi bahwa polisi tak segera menangani suatu kasus kriminal.

Padahal, masyarakat menginginkan bahwa persoalan itu segera ditangani. Karena itu, aksi main hakim sendiri pun lebih dipilih.

Baca juga: 10 Daerah dengan Tingkat Literasi Digital Tertinggi 2021, DIY Nomor 1

Senada, sosiolog Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menjelaskan, munculnya aksi main hakim sendiri basisnya adalah ketidakpercayaan warga pada institusi penegak hukum dan lembaga-lembaga pemasyarakatan.

Menurut dia, anggapan warga ketika menyerahkan pelaku kejahatan ke polisi adalah terjadi ketidakadilan terhadap mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Penumpang Keluhkan AC KA Airlangga Bocor tapi Cuma Dilakban oleh Petugas, KAI Beri Penjelasan

Penumpang Keluhkan AC KA Airlangga Bocor tapi Cuma Dilakban oleh Petugas, KAI Beri Penjelasan

Tren
Paspampres Bantah Petugasnya Adang Kakek yang Pergi ke Masjid di Labuhanbatu Saat Kunjungan Jokowi

Paspampres Bantah Petugasnya Adang Kakek yang Pergi ke Masjid di Labuhanbatu Saat Kunjungan Jokowi

Tren
Menilik Tragedi Thalidomide, Bencana Medis Terbesar yang Korbankan Puluhan Ribu Bayi

Menilik Tragedi Thalidomide, Bencana Medis Terbesar yang Korbankan Puluhan Ribu Bayi

Tren
Update Hasil Sementara Rekapitulasi Pilpres 2024, Dominasi Prabowo-Gibran di 35 Provinsi

Update Hasil Sementara Rekapitulasi Pilpres 2024, Dominasi Prabowo-Gibran di 35 Provinsi

Tren
Komeng Terpilih Jadi Anggota DPD Dapil Jabar, Berapa Gajinya?

Komeng Terpilih Jadi Anggota DPD Dapil Jabar, Berapa Gajinya?

Tren
7 Makanan yang Bisa Membuat Awet Muda, Apa Saja?

7 Makanan yang Bisa Membuat Awet Muda, Apa Saja?

Tren
Ciri-ciri Kista Ovarium, Termasuk Kembung dan Sering Buang Air

Ciri-ciri Kista Ovarium, Termasuk Kembung dan Sering Buang Air

Tren
Menjadi Ikan Termahal di AS, Elver Berharga Hampir Rp 31 Juta Per 453 Gram

Menjadi Ikan Termahal di AS, Elver Berharga Hampir Rp 31 Juta Per 453 Gram

Tren
Spesies Manusia Hampir Punah akibat Perubahan Iklim Ekstrem 900.000 Tahun Lalu

Spesies Manusia Hampir Punah akibat Perubahan Iklim Ekstrem 900.000 Tahun Lalu

Tren
Ini Syarat Pekerja yang Berhak Mendapat THR, Apa Saja?

Ini Syarat Pekerja yang Berhak Mendapat THR, Apa Saja?

Tren
Resmi, Ini Rincian Tarif Listrik PLN yang Berlaku per 1 April 2024

Resmi, Ini Rincian Tarif Listrik PLN yang Berlaku per 1 April 2024

Tren
Cara Menghitung THR Karyawan Tetap, Pegawai Kontrak, dan Pekerja Lepas

Cara Menghitung THR Karyawan Tetap, Pegawai Kontrak, dan Pekerja Lepas

Tren
Gerhana Matahari Total Akan Terjadi Jelang Idul Fitri, Bisakah Dilihat di Indonesia?

Gerhana Matahari Total Akan Terjadi Jelang Idul Fitri, Bisakah Dilihat di Indonesia?

Tren
Berapa Denda BPJS Kesehatan jika Menunggak Iuran? Ini Perhitungannya

Berapa Denda BPJS Kesehatan jika Menunggak Iuran? Ini Perhitungannya

Tren
BI Batasi Penukaran Uang Baru untuk Lebaran 2024 Rp 4 Juta Per Orang, Ini Alasannya

BI Batasi Penukaran Uang Baru untuk Lebaran 2024 Rp 4 Juta Per Orang, Ini Alasannya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com