Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Polda Sumut soal Temuan Penjara di Rumah Bupati Langkat

Kompas.com - 25/01/2022, 14:15 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bupati nonaktif Langkat yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Terbit Rencana Perangin-Angin, diduga melakukan kejahatan lain berupa perbudakan terhadap pekerjanya. 

Diberitakan Kompas.com, Senin (24/1/2022), Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara (dengan besi dan gembok) di dalam rumah bupati tersebut.

Baca juga: Komnas HAM Koordinasi dengan Polisi soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat

"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," ujar Ketua Migrant Care Anis Hidayah.

Anis mengungkapkan, orang-orang tersebut tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka dipukuli hingga lebam dan luka. Selain itu, mereka juga tidak mendapat gaji meski bekerja di perkebunan sawit.

Penjara dibangun sejak 2012

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan awal terkait temuan penjara atau kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat.

"Berdasarkan keterangan yang kami dapatkan sementara bahwa bangunan itu ada sejak tahun 2012. Kemudian pengelolaannya dilakukan secara mandiri oleh bupati dan beberapa pengurus yang ada di situ," kata Hadi kepada Kompas TV, Selasa (25/1/2022). 

Hadi mengatakan, tempat yang menyerupai penjara itu disebutkan sebagai tempat rehabilitasi bagi pencandu narkoba dan anak-anak akibat kenakalan remaja.

"Mereka menyebutnya sebagai tempat rehabilitasi bagi pencandu narkoba dan anak-anak kenakalan remaja," ujar Hadi.

Baca juga: Fakta-fakta Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat

Dalami dugaan kerja paksa dan kekerasan

Hadi juga menjelaskan, berdasarkan penyelidikan awal, mereka dititipkan oleh keluarga atau orangtuanya dengan membuat surat pernyataan.

Sementara itu, terkait adanya dugaan kerja paksa hingga kekerasan, pihaknya masih mendalami.

"Terkait dengan dugaan adanya praktik kerja paksa sampai dengan saat ini penyidik masih terus mendalami. Kami juga tadi malam berupaya, atas rekomendasi BNNP, memindahkan mereka ke tempat yang memenuhi standar kelayakan," tutur Hadi.

Diduga kerangkeng manusia ditemukan di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. Keberadaan kerangkeng itu diduga merupakan bentukan dari perbudakan moderen. Kerangkeng diisi para pekerja sawit. Foto keberadaan kerangkeng itu dilaporkan Migrant Care ke Komnas HAM, Senin (24/1/2022).KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN Diduga kerangkeng manusia ditemukan di rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin. Keberadaan kerangkeng itu diduga merupakan bentukan dari perbudakan moderen. Kerangkeng diisi para pekerja sawit. Foto keberadaan kerangkeng itu dilaporkan Migrant Care ke Komnas HAM, Senin (24/1/2022).

Meski demikian, dalam proses pemindahan tersebut terdapat beberapa orangtua atau keluarga yang menolak dan akan membawa pulang jika dipindahkan.

Lebih lanjut, dia mengatakan, dalam surat perjanjian dituliskan batas perjanjiannya maksimal 1,5 tahun. Akan tetapi, orang atau warga binaan yang sudah layak diambil orangtuanya bisa diambil sebelum 1,5 tahun.

Baca juga: Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat Ada sejak 2012, untuk Apa?

Tidak mendapatkan upah

Hadi mengatakan, orang-orang yang dititipkan di tempat tersebut dibekali keterampilan, lalu diberi kesempatan kerja, tetapi tidak mendapat upah karena merupakan binaan. Mereka mendapatkan makan dan snack.

"Orang-orang di situ 3-4 bulan memang akan diberikan pekerjaan di perusahaan sawit (milik Bupati nonaktif Langkat), bukan kebun sawit," kata Hadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com