Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Bahar dan Ruang Publik Acakadut!

Kompas.com - 10/01/2022, 10:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sang dosen menjelaskan, pada saat ruang publik mendapat sentuhan teknologi informasi, dan masuk ke dalam medium-medium publik yang berbasis jejaring internet (media online, media sosial) terjadi pergeseran nilai-nilai konten tentang isu-isu hak publik.

Aktor-aktor yang menyeleksi isu tentang hak publik, terpolarisasi berdasarkan kepentingan politik dan ekonomi.

Isu substansial soal hak-hak warga yang digagas dan didiskusikan Bahar bersama warga, ditolak oleh para publicist dari ruang kekuasaan, dan mereka juga mendelegitimasi aspirasi publik menggunakan dasar nilai-nilai politik sesuai regulasi kepentingan relasi kuasa.

Mereka mendistori persoalan-persoalan publik yang tidak sesuai dengan kepentingan kekuasaan atau suara-suara warga yang menyinggung “kehormatan” kekuasaan sebagai hoax, ujaran kebencian, dan sebutan tendensius lainnya.

Strategi desiminasi “serangan balik” itu lebih cepat dan masif serta efektif karena media sosial premium (berbayar) yang mereka gunakan.

Mereka bertindak atas nama cyber troops atau pasukan siber sipil yang terorganisasi, yang bergerak sebagai pasukan kekuasaan di dunia maya, yang melumat para otokhan karena mereka dikategorikan sebagai musuh kekuasaan dan kapitalis.

Sentuhan-sentuhan tangan begundal kekuasaan yang bergerak di ruang maya itu, baik berbasis institusi sipil maupun non sipil, berbasis perusahaan siber sipil maupun berbasis institusi negara.

Mendasarkan “ideologi politik dan ekonomi” yang di-support oleh rezim yang berkuasa, mereka mengacak-acak ruang publik konvensional maupun modern.

Ruang publik dan isu-isu yang legitimasi berasal dari wacana yang dibingkai oleh kekuasaan dan diproduksi oleh para nitizen dan buzzer kekuasaan.

Jungkir balik refungsionalisasi ruang warga itu menjadikan ruang publik menjadi acakadut kondisinya.

“Kalau begitu, apakah ruang publik politis telah mati?” tanya Bahar.

Sang dosen tidak setuju dengan istilah “ruang publik mati”.

Menggunakan istilah Herry Priyono, sang dosen menyebut ruang piblik kontemporer di Indonesia mengalami pingsan karena diirasuki oleh intervensi dan gambaran nilai-nilai kuasa yang monolitik dalam masyarakat, dan gagasan politik yang terpusat pada lembaga-lembaga negara (Hardiman, 2009b, 369).

Ironisnya, monolitisasi kekuasaan politik negara dalam ruang publik itu direkayasa oleh representasi institusi negara tertentu.

Kemudian rekayasa itu dilakukan oleh warga sipil yang menjadi citizen dan buzzer pro kekuasaan (Sastramidjaja et al., 2021).

“Apakah kita harus perang melawan tentara siber bayaran itu?“ tanya Bahar.

Namun, pertanyaannya tidak dijawab oleh dosen karena waktu kuliah telah habis. Dosen menjanjikan membahas diskusi soal ini pada kuliah berikutnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com