Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Asa Pasukan "STY" dan Masih Absennya Bendera Merah Putih di Piala AFF 2020

Kompas.com - 31/12/2021, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEGUP jantung Mbah Slamet Ateng bertambah kencang bahkan menyebabkan sesak napas yang berujung kematian saat menyaksikan kiper Tim Nasional (Timnas) Indonesia, Nadeo Argawinata, berhasil menepis tendangan penalti pemain Singapura, Faris Ramli, di layar kaca.

Penyakit yang diidap warga Tulung Agung, Jawa Timur itu tidak sanggup melihat keseruan pertandingan kesebelasan Indonesia yang dibesut Shin Tae Yong (STY) di perempat final Piala AFF 2020 pada Sabtu (25/12/2021) dan lolos ke partai final.

Sebaliknya riuh kekecewaan warga yang nonton bareng timnas melawan Thailand di leg pertama final Piala AFF yang memadati sebuah warung kopi di pinggir jalan di sudut Kota Surabaya, Jawa Timur begitu terasa pada Rabu lalu.

Baca juga: Jawaban Shin Tae-yong soal Masa Depan Latih Timnas Usai Final Piala AFF

Bola memang bulat, ekspektasi yang begitu membuncah menjadi luruh usai "pasukan garuda" dilumat "gajah perang" dengan angka telak 4-0. Tidak kurang para petinggi negeri hingga warga jelata menyaksikan dengan tegang kegigihan Timnas berjuang di lapangan hijau.

Memang ini baru pertandingan leg pertama, masih ada kesempatan lagi di pertandingan leg ke dua yang dihelat di pada 1 Januari 2022.

Dari pertandingan olahraga, termasuk sepakbola, kita bisa melihat keseruan komentar jauh lebih ramai dibandingkan jalannya pertandingannya di lapangan. Bearagam pendapat berdasarkan versi masing-masing menjadi alasan pembenar yang kadang sulit dikompromikan. Kebebasan berpendapat adalah sebuah kewajaran namun kadang kita melupakan logika yang paling sederhana sekalipun.

Semuanya menyalahkan pemain. Kerap pula kekesalan ditimpakan kepada pelatih. Bisa pula, sasaran kesalahan ditimpakan kepada ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang dianggap mencari “panggung” dengan berusaha masuk ke ruang ganti pemain atau malah ke menteri urusan olahraga yang tidak becus mengurus persoalan doping hingga pelarangan pengibaran bendera nasional.

Lain lagi dengan komentar seorang presenter layar kaca yang malah berharap Indonesia tidak menjuarai Piala AFF. Selain menganggap pemain timnas banyak gaya dan provokatif, kemampuan timnas yang kewalahan menghadapi sembilan pemain Singapura di babak perempat final menjadi ukuran timnas memang belum layak menjadi jawara di Kawasan Asia Tenggara (Kompas.com, 27 Desember 2021).

Namun tidak kalah hebatnya lagi, masih begitu banyak dukungan mengalir dari berbagai kalangan dengan mengesampingkan pesismisme kemampuan pasukan STY. Beberapa pesohor menjanjikan dana besar untuk mengapresiasi perjuangan timnas. Kalah atau menang menjadi urusan kedua, yang lebih penting lagi unjuk gigi mengerahkan segala kekuatan untuk menghadapi lawan.

Hargai proses perjuangan

Perjuangan pasukan STY hingga bisa menapak di pertandingan final Piala AFF 2020 adalah sebuah proses panjang dari setiap pertandingan ke pertandingan. Bertanding tanpa pernah kala di babak penyisihan grup. Melumat Kamboja dengan 4-2 dan melahap Laos dengan 5-1 , menahan seri tim terkuat Vietnam hingga menghajar musuh “bebuyutan” Malaysia dengan angka telak 4-1.

Baca juga: Timnas Indonesia di Final Piala AFF 2020: Mungkinkah Keajaiban Itu Ada?

Dalam pertandingan melawan Singapura di perempat final, Indonesia menang dengan agregat 5-3. Sejak saat itulah semua harapan tinggi dipasang oleh pencinta sepakbola Tanah Air agar timnas mampu menghadapi Thailand. Sayangnya, ketenangan pemain-pemain Thailand dalam mengolah bola yang berujung gol, begitu elok diperagakan. Kita memang kalah kelas dengan Thailand.

Melihat semua fase pertandingan yang telah dilakoni timnas, tidak ada salahnya kita menghargai sebuah proses yang telah dilalui pasukan STY. Mulai dari pemilihan pemain, pemusatan pelatihan nasional hingga serangkaian laga uji coba. Kalah-menang adalah hasil tetapi yang jauh lebih penting adalah proses yang mereka jalani.

Keinginan untuk menang dan juara pun pun tidak hanya milik Thailand atau Indonesia yang bertarung di partai final. Yang tersingkir pun seperti Vietnam dan Singapura juga memasang target juara. Kita mengalahkan harimau Malaya pun juga sebuah capaian prestasi yang membanggakan ditengah cibiran merendahkan dari lawan.

Ada yang terlupakan oleh kita semua, rata-rata usia pemain timnas kita adalah 23 tahun sedangkan Thailand berumur 27 tahun. Artinya pembibitan pemain nasional kita bisa dibanggakan. Pemain tertua Thailand adalah kiper Siwarak Tedsungnoen yang berusia 37 tahun dan pernah dimainkan Thailand.

Sementara pemain timnas kita yang paling senior Victor Igbonefo sudah berumur 36 tahun dan belum pernah dimainkan sama sekali di ajang Piala AFF 2020.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com