Akan tetapi, di setiap institusi pendidikan, baik itu sekolah menengah maupun perguruan tinggi, ada sesuatu yang dinamakan sebagai hidden curriculum atau kurikulum tersembunyi.
"Kurikulum yang tidak tertulis, tetapi kurikulum yang istilahnya itu terumuskan dari pola hidup sehari-hari, kemudian kebiasaan-kebiasaan," kata Drajat, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/11/2021).
Baca juga: Bantuan Kuota Internet Kemendikbud November Cair, Ini Cara Mengeceknya
Drajat mengatakan, salah satu bentuk kurikulum tersembunyi itu adalah praktik pendisiplinan terhadap siswa baru, atau bisa juga terhadap siswa yang sudah ada di dalamnya.
"Ada yang berkeyakinan bahwa untuk melakukan pendisiplinan itu orang harus ditundukkan dengan kekerasan," ujar dia.
Menurut Drajat, praktik-praktik pendisiplinan yang tidak tercantum dalam kurikulum tertulis itu terpapar oleh budaya-budaya kekerasan yang berasal dari luar lingkungan sekolah.
"Itu dibawa masuk ke sekolah, kemudian muncul korban-korban. Karena harus didisplinkan dengan kekerasan," kata dia.
Drajat mengatakan, kurikulum tersembunyi itu terus berlanjut karena dari tahun ke tahun dianggap menghasilkan lulusan yang dinilai memiliki mental atau karakter kuat.
"Tetapi beberapa orang yang lemah fisiknya tidak tahan dan menjadi korban," ungkap Drajat.
Baca juga: Seruan Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan yang Meningkat Selama Pandemi...
Sementara itu, Kepala Sekolah SMK SPN Dirgantara Dunya Harun membantah tindakan pemenjaraan siswa yang terjadi di lingkungan sekolah, seperti laporan dari orang tua siswa melalui KPPAD Batam dan KPAI.
Namun demikian, pihaknya tidak memungkiri bahwa sekolah tersebut memiliki ruangan khusus, yang sebelumnya disebut sebagai penjara oleh para pelapor.
"Itu untuk membentuk karakter siswa. Ruangan itu untuk konseling. Hukuman bisa sampai 7 hari tergantung poin kesalahan siswa," kata Harun, seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (19/11/2021).
Baca juga: Peserta Diklatsar Meninggal Dunia, Mahasiswa Tuntut Kampus Bubarkan Menwa UNS
Harun menjelaskan, ruangan yang disebut penjara itu hanya berbentuk kamar dan berfungsi memisahkan siswa yang bermasalah dengan siswa lainnya selama masa istirahat belajar.
Bagi siswa yang mendapat hukuman berada di ruangan tersebut, dimaksudkan hanya sebagai tempat agar anak yang tengah bermasalah dapat memikirkan, dan merenungi kesalahannya.
Harun juga membantah dugaan kekerasan fisik yang dialami oleh siswa.
Ia mengatakan bahwa tindakan yang diberikan oleh kepada siswa hanya bersifat mendidik dan mengarahkan para siswa agar disiplin dan tidak melanggar peraturan sekolah.
"Di sini ada tindakan fisik seperti squat jump, push up, itu bertujuan menguatkan fisik mereka untuk menghadapi dunia kerja serta untuk kedisiplinan siswa," terang Harun.
Terkait foto dan video yang memperlihatkan beberapa siswa dalam keadaan dirantai, Harun mengatakan bahwa hal itu merupakaan candaan yang terekam kamera.
"Katanya ada anak didik kami yang dirantai, kami nyatakan itu tidak benar. Kalau ada, itu pun di luar pengetahuan kami. Jika ada gambar atau video yang didapat itu merupakan ekspresi sesaat," kata Harun.
Baca juga: Soal Kawin Tangkap di Sumba dan Budaya Kekerasan terhadap Perempuan...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.