Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah dan Peringatan Hari Toleransi Internasional 16 November

Kompas.com - 16/11/2021, 13:30 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari Toleransi Internasional atau International Day for Tolerance diperingati pada hari ini, Selasa (16/11/2021).

Hari Toleransi Internasional ditetapkan pertama kali pada 16 November 1996 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Hari toleransi ini dibuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat global tentang sikap toleran.

Selanjutnya, peringatan ini dilaksanakan setiap tahun di tanggal 16 November.

Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 di Eropa, Alarm bagi Indonesia

Sejarah Hari Toleransi Internasional

Pada 16 November 1995, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) merayakan Year for Tolerance atau tahun toleransi.

Pada perayaan itu, UNESCO membuat Deklarasi Prinsip Toleransi sebagai cara untuk mendefinisikan dan memberikan kesadaran toleransi untuk semua badan yang berpartisipasi.

Deklarasi ini diharapkan membantu menyebarkan toleransi dan meningkatkan kesadaran akan intoleransi yang mungkin masih ada di dunia saat ini.

UNESCO juga membuat Penghargaan Madanjeet Singh untuk mengakui mereka yang berprestasi dalam mempromosikan semangat toleransi atau non-kekerasan di bidang-bidang seperti sains, budaya, dan seni.

Deklarasi ini disambut baik oleh PBB, hingga di tahun berikutnya PPB membuat pertemuan khusus terkait hari toleransi.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kasus Pertama Virus SARS Terdeteksi di China

 

Pada 16 November 1996, Majelis Umum PBB mengundang negara-negara anggota PBB untuk memperingati Hari Toleransi Internasional dengan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk lembaga pendidikan dan masyarakat luas.

Ban Ki Moon, Sekretaris Jenderal PBB pada saat itu, menyampaikan pesan bahwa masyarakat semakin beragam, tetapi intoleransi tumbuh di banyak tempat.

Di jantung banyak konflik, munculnya ekstremisme kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran, dan pembantaian budaya. Ia mengatakan, ini krisis terbesar sejak Perang Dunia II karena melahirkan kebencian dan xenofobia terhadap pengungsi dan lainnya.

Ban Ki Moon mengajak negara-negara untuk terlibat dalam mewujudkan toleransi, dengan memperkuat dialog, kohesi sosial, dan saling pengertian.

"Ini berarti membangun masyarakat yang didasarkan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia, di mana ketakutan, ketidakpercayaan, dan marginalisasi digantikan oleh pluralisme, partisipasi, dan penghormatan terhadap perbedaan," pesan Ban Ki Moon.

Baca juga: VIDEO Cek Fakta: Hoaks! 13 Siswa di Afrika Selatan Meninggal Dunia Setelah Disuntik Vaksin

Cara melawan intoleransi

Mengkampanyekan toleransi melibatkan banyak pihak. Salah satunya dengan berhenti menyebarkan kebencian dan melawan intoleransi.

Melansir laman PBB, terdapat beberapa cara yang dilakukan untuk melawan intoleransi. Berikut diantaranya:

  • Hukum: pemerintah bertanggung jawab untuk menegakkan hukum hak asasi manusia, untuk melarang dan menghukum kejahatan kebencian dan diskriminasi serta memastikan akses yang sama untuk penyelesaian sengketa.
  • Pendidikan: hukum diperlukan tetapi tidak cukup untuk melawan intoleransi, penekanan yang lebih besar perlu diberikan pada pendidikan yang lebih banyak dan lebih baik.
  • Akses informasi: cara paling efisien untuk membatasi pengaruh para penyebar kebencian adalah dengan mempromosikan kebebasan pers dan pluralisme pers, agar publik dapat membedakan antara fakta dan opini.
  • Kesadaran individu: intoleransi melahirkan intoleransi lainnya. Maksudnya, untuk memerangi intoleransi, individu harus menyadari hubungan antara perilaku mereka dan lingkaran setan ketidakpercayaan dan kekerasan di masyarakat.
  • Solusi lokal: ketika dihadapkan pada eskalasi intoleransi di sekitar kita, kita tidak boleh menunggu pemerintah dan lembaga bertindak sendiri. Kita semua adalah bagian dari solusi.

Baca juga: Daftar Wilayah Level 1, 2, dan 3 PPKM Jawa-Bali 16-29 November 2021

 

Pesan UNESCO dan Menag RI

Pada kesempatan Hari Toleransi Internasional 2021, Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay, mengajak semua orang untuk merayakan keberagaman dan menghargai hak atas perbedaan.

Menurutnya, pandemi bisa memicu kembali rasisme, fanatisme, dan ekstremisme, lebih dari sebelumnya.

Pihaknya perlu untuk menegaskan kembali nilai-nilai dasar kemanusiaan kita, yakni martabat, keadilan, rasa ingin tahu, dan keberagaman yang perlu dipertahankan.

Peringatan ini menjadi penting karena mengajak kembali masyarakat dunia untuk memerangi kebencian dan ketidakadilan.

Hal serupa juga disampaikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas.

“Keragamaan adalah potensi bagi kita untuk saling mengenal dan berkolaborasi dalam kebaikan dan mewujudkan kemaslahatan bersama. Sebab, mereka yang bukan seiman adalah saudara dalam kemanusiaan,” kata Yaqut melalui siaran pers, Selasa (16/11/2021).

Kementerian Agama berupaya melakukan penguatan moderasi beragama.

Menurut pihaknya, ada empat indikator dalam penguatan moderasi beragama, yakni komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan ramah terhadap tradisi.

Moderasi beragama ini penting karena melibatkan cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan berlandaskan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Baca juga: Update 16 November 2021: Covid-19 Indonesia Terendah sejak 19 Bulan!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com