Dalam wawancaranya dengan Harian Kompas, 23 Desember 1979, Kasino mengatakan awalnya siaran itu hanya membicarakan masalah lingkungan secara santai.
"Lama-kelamaan datang surat-surat yang menyarankan supaya kami memperluas tema pembicaraan yang dibawakan secara lucu itu, pada saat itulah lahir Warung Kopi," ujar Kasino.
Usai peristiwa Malari pada 1974, Warkop tetap mewarnai radio Indonesia dengan guyonan lucunya.
Di tahun itulah, Dono direkrut untuk bergabung dengan radio Warkop. Ia adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (sekarang FISIP) UI, yang dikenal sebagai aktivis UI.
Dua tahun berikutnya, pada 1976, Indro baru bergabung. Karena rumahnya dekat dengan studio Prambors, Indro sudah kenal dengan empat anggota Warkop lainnya.
Formasi Warkop pun menjadi lima orang: Kasino, Nanu, Rudy, Dono, dan Indro.
Baca juga: 7 Film Warkop DKI dan 5 Film Indonesia yang Cocok untuk Temani Waktu Libur Lebaran
Selepas mengudari di radio Prambors, Warkop pun mulai mendapat tawaran untuk tampil di acara-acara pentas sekolah, di acara Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bahkan ditawari tampil di TVRI bersama Mus Mualim, musisi Indonesia Lima di acara Terminal Musikal.
Kasino, sebagai koordinator grup Warkop mengatakan bahwa jelang tahun baru 1980, Warkop sempat menolak semua tawaran untuk tampil di akhir tahun.
Hal ini karena banyaknya tawaran pekerjaan dan anggota Warkop ingin beristirahat sejenak.
Ketenaran Warkop terus melonjak, karena selalu menyelipkan permasalahan sosial dalam setiap guyonannya. Bahkan, mulai bermunculan grup-grup lain yang memiliki tema serupa.
"Media komersil di mana saja sama. Tiru-meniru adalah suatu hal yang biasa. Mengapa kami harus merasa terganggu? Bahkan kami merasa sangat bangga, karena ternyata Warkop mampu menjadi perintis," kata Kasino mengutip Harian Kompas, 23 Desember 1979.