3. Berpotensi menurunkan respons antibodi monoklonal
Menurut ahli virus dari Louisiana State University Health Science Center, Dr. Jeremy Kamil, varian ini paling banyak menyerang orang yang sudah pernah terinfeksi di awal pandemi, orang yang belum mendapat vaksin, atau yang belum mendapat vaksin lengkap.
Dia menjelaskan, gejala yang muncul akibat varian baru ini tidak terlalu berbeda dengan varian Delta. Akan tetapi, obat-obatan antibodi monoklonal yang digunakan selama perawatan tidak terlalu efektif.
Baca juga: Varian Delta Plus Ada di Indonesia, Ini Penjelasan Eijkman
Contoh obat-obatan antibodi monoklonal yang kini mulai dikenal membantu proses terapi Covid-19 adalah actemra dan kevzara.
Sampai sekarang, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa varian ini membuat kasus positif Covid-19 meningkat. Sejauh ini, varian baru tersebut masih ditemukan dalam jumlah yang relatif lebih sedikit.
Dosis kedua vaksin Pfizer dan Oxford-AstraZeneca terbukti efektif hingga 96 dan 92 persen melawan Covid-19 varian Delta. Sedangkan untuk varian Delta Plus, belum diketahui sejauh mana efektivitas vaksin dalam mencegahnya.
Para ahli masih melakukan berbagai penelitian meneliti varian terbaru ini. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh The Indian Council of Medical Research.
Baca juga: Kasusnya Ditemukan di Indonesia, Ini Gejala Terinfeksi Varian Corona Delta Plus
Meski begitu, para ahli mengatakan bahwa kemunculan varian baru semakin menambah urgensi untuk segera melakukan vaksin kepada masyarakat.
Vaksin perlu dipercepat terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Tanpa vaksin, semakin banyak orang yang berisiko terpapar Covid-19 termasuk varian Delta Plus.
Sumber: KOMPAS.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.