Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Bendera Putih Sebagai Simbol Menyerah

Kompas.com - 31/07/2021, 07:31 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Simak sejarah bendera putih sebagai simbol menyerah setelah bendera ini digunakan para pedagang dan pengusaha di sejumlah daerah.

Pasca-pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) baik darurat maupun level 4, banyak pengusaha di sejumlah daerah memasang bendera putih.

Sebagian dari mereka memasang bendera putih sebagai bentuk protes terhadap pemerintah karena sejak penerapan PPKM, bisnis mereka sepi.

Sebagian lagi memasang bendera putih sebagai tanda menyerah atas kebijakan PPKM yang digulirkan pemerintah sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19.

Baca juga: Bendera Putih Berkibar di Malioboro, Pedagang: Bukan Protes, Kami Menyerah...

Pengusaha dan warga yang memasang bendera putih itu tersebar di sejumlah daerah.

Misalnya di Malioboro, Yogyakarta, para pedagang memasang bendera putih sebagai tanda menyerah karena PPKM menyebabkan dagangan mereka sepi dan ekonomi lumpuh.

Selanjutnya, di Jawa Barat sebanyak 600 restoran dan 500 hotel juga mengibarkan bendera putih. Selain tanda menyerah, pengibaran bendera merah putih ini juga sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai tidak peduli.

Sejarah bendera putih

Bendera putih sebagai tanda menyerah pertama kali digunakan pada era Dinasti Han Timur pada 25 hingga 220 sebelum masehi.

Namun sejarawan Cornelius Tacitus menyebutkan bahwa bendera putih sebagai tanda menyerah digunakan pada 109 sebelum masehi pada Kerajaan Romawi.

Sebelum masa itu, pasukan Romawi mengangkat jirah mereka sebagai tanda menyerah dalam setiap peperangan.

Bendera merah putih kemudian dipakai secara meluas pada Abad Pertengahan di Eropa Barat. Warna putih pada umumnya digunakan untuk menunjukkan seseorang

Maurice Hugh Keen dalam bukunya, The Laws of War in The Late Middle Ages (1965), melalui Wikipedia, menyebutkan, warna putih biasanya digunakan untuk menunjukkan bahwa seseorang telah dibebaskan dari pertempuran.

Tahanan atau sandera yang ditangkap dalam pertempuran akan menempelkan selembar kertas putih ke topi atau helm mereka.

Garnisun yang telah menyerah dan dijanjikan perjalanan yang aman dengan membawa tongkat putih.

Penggunaan bendera putih sebagai simbol kemudian kian meluas ke penjuru dunia. Sejarawan Portugis, Gasper Correia (1550-an) menyebutkan bahwa seorang penguasa India, Zamorin dari Kalkuta melakukan negosiasi dengan musuhnya, Vasco da Gama dengan membawa kain putih yang diikatkan ke tongkat sebagai tanda perdamaian.

Kemudian Hugo Grotius dalam bukunya, De jure belli ac pacis (On the Law of War and Peace), mennuliskan bahwa salah satu teks dasar hukum internasional, mengenal bendera putih sebagai tanda perundingan.

Namun ada pula warna putih sebagai simbol lain. Misalnya, Bani Umayyah menggunakan putih sebagai simbol pengingat Perang Badar yang merupakan peperangan pertama Nabi Muhammad Saw.

Baca juga: Pedagang Malioboro Yogya Pasang Bendera Putih Tanda Menyerah: Kami Tak Bisa Apa-apa Lagi

Lalu Dinasti Fatimah dan Ahlul Bait menggunakan warna putih lawan dari Dinasti Abbasiyah yang menggunakan hitam hitam sebagai warna dinasti mereka.

Di Perancis pada abad ke-17, warna putih sebagai simbol puritan. Selain itu, warna putih juga sering digunakan simbol komando militer.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com