Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Reza AA Wattimena
Peneliti

Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta. Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Pernah mengajar di berbagai perguruan tinggi, seperti Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Universitas Airlangga, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Universitas Presiden, Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan Universitas Multimedia Nusantara.

Bali yang Selalu Mempersembahkan Diri

Kompas.com - 27/07/2021, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Inilah alasan, mengapa Bali penuh dengan wangi dupa hampir di setiap sudutnya.

Di beberapa upacara besar, canang dipadukan dalam susunan yang amat rumit, sehingga ia tampak begitu indah dan agung.

Namun, di mayoritas kesempatan, sesaji dihaturkan dalam hening. Tidak ada ribut-ribut di dalamnya.

Tidak ada hari libur nasional. Tidak ada kehebohan yang mengundang keramaian, terutama di tengah pandemi Covid-19 ini.

Di saat-saat baik, persembahan dihaturkan. Rasa syukur menjadi dorongan utamanya.

Di masa krisis, seperti sekarang ini, persembahkan tetap dengan setia dan rajin dihaturkan. Yang dimohonkan adalah kekuatan untuk melampaui krisis, serta keselamatan untuk terus hidup di kemudian hari.

Dari segi hukum agama, masyarakat Bali wajib menghaturkan persembahan setiap harinya.

Di sisi yang lebih luas, Bali sendiri adalah persembahan untuk Indonesia, dan juga untuk dunia.

Pesona alamnya adalah persembahan bagi bagi jutaan seniman maupun pencari spiritual yang memperoleh inspirasi darinya, baik lokal maupun internasional.

Pesona budayanya menjadi persembahan bagi orang-orang yang mengalami kehampaan makna, atau hendak bangkit dari bencana.

Bali pun menyumbang besar untuk reputasi Indonesia di mata dunia. Sudah tak terhitung berapa kali ketika di Eropa, saya menyebut asal saya (Indonesia), dan orang langsung menyebut Bali.

Dalam beberapa kesempatan, beberapa orang tak percaya, jika Bali adalah bagian dari Indonesia. Saya kerap kali merasa serupa.

Keindahan alam dan budaya Bali tak layak untuk Indonesia yang dipimpin oleh rezim yang menindas, ditikam radikalisme agama serta korup sampai ke akarnya.

Namun, di dalam persembahan, sesungguhnya tidak ada yang dirugikan. Di dalam pengorbanan, semua pihak akan mendapatkan keuntungan.

Yang dipersembahkan memperoleh penghormatan. Yang mempersembahkan memperoleh kesempatan untuk berbuat baik.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com