Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Remaja Tewas karena Challenge Adang Truk, Ini Kata Psikolog

Kompas.com - 18/07/2021, 11:20 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kecelakaan akibat tantangan yang sedang trending di kalangan remaja, yakni membuat video "mengadang truk yang sedang melaju di jalan raya" kembali terjadi.

Mengutip Kompas.com, Kamis (15/7/2021) sebuah video yang memperlihatkan seorang remaja laki-laki tewas akibat terlindas truk saat melakoni tantangan itu, viral di media sosial.

Remaja itu diketahui sedang mencoba menghentikan truk tronton yang melintas di tikungan, namun aksinya itu gagal dan membuatnya kehilangan nyawa.

Baca juga: Berulang, Remaja Pria Terlindas Truk demi Konten Viral

Tantangan berbahaya tersebut kerap dilakukan oleh sekumpulan remaja atau bahkan anak di bawah umur demi mendapatkan rekaman video yang nantinya viral.

Pelaku tantangan akan dinilai berhasil, jika truk yang mereka hadang berhenti sebelum menabrak mereka.

Akan tetapi, kerap kali aksi memburu ketenaran itu berujung sia-sia dan pelakunya berakhir celaka atau meninggal. 

Fase mencari identitas

Menanggapi tren berbahaya yang berkembang di kalangan anak muda itu, psikolog Rose Mini Agoes Salim mengatakan, orang tua atau orang dewasa perlu memahami terlebih dulu alasan para remaja melakukan hal tersebut.

Menurut Romi, begitu ia akrab disapa, kecenderungan remaja untuk melakoni tantangan-tantangan yang berbahaya, seperti aksi mengadang truk, adalah untuk memenuhi kebutuhan akan identitas diri.

"Secara psikologis, anak remaja itu sedang mencari identitas diri. Sehingga mereka akan mencari tempat atau lahan untuk memperlihatkan eksistensinya. Nah kalau ada challenge seperti itu, itu seperti lahan untuk mereka menunjukkan eksistensinya," kata Romi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (17/7/2021).

Romi menduga, kemungkinan besar remaja yang melakoni tantangan-tantangan berbahaya semacam itu adalah mereka yang tidak memiliki prestasi di bidang akademis.

Sehingga, mereka mencoba menunjukkan eksistensinya di media sosial, dengan jalan melakukan tantangan yang berbahaya.

Baca juga: Adang Truk Tronton, Remaja di Tangsel Tewas Terlindas

 

Menurut Romi, para remaja itu menganggap jika mereka berhasil melakoni tantangan itu, maka mereka akan lebih dikenal atau disegani di mata banyak orang.

"Orang-orang yang melakukan challenge itu, rata-rata memang ingin memasukkan ke konten, apakah YouTube, atau TikTok, atau yang kelihatan oleh orang banyak," ujar Romi.

Baca juga: Adang Truk dan Direkam Video, Seorang Remaja Tewas Terlindas

Belum paham risiko

Romi mengatakan, upaya para remaja untuk mencari identitas itu tidak diimbangi dengan pengalaman hidup mereka yang masih sedikit.

Akibatnya, para remaja itu jadi kurang bisa memahami risiko yang akan dihadapi apabila melakoni tantangan-tantangan yang viral di media sosial.

"Risikonya tidak diperhitungkan. Sehingga yang penting bagi mereka itu viral, tapi enggak ada perhitungannya," kata Romi.

Terlebih lagi, apabila salah seorang di antara kumpulan remaja berhasil melakukan tantangan itu dan menjadi viral, maka teman-temannya yang lain juga akan tertantang untuk melakukan hal yang sama.

"Itu yang kemudian membuat ini menjadi lahan yang tidak benar untuk diperlombakan," ujar Romi.

Baca juga: Survei 33 Persen Masyarakat Menolak Vaksin Covid-19, Pendidikan Tinggi Terbanyak

Orang tua harus perhatian

Menurut Romi, kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya yang memasuki fase remaja menjadi salah satu pendorong mereka nekat mencari eksistensi di jalan yang salah.

"Biasanya itu kan kumpul dengan teman-temannya. Tidak ada sama sekali orang tua yang mengawasi, lingkungan yang mengawasi. Nah, anak-anak yang seperti ini memang kemudian jadi menaruh kepercayaannya kepada teman," kata Romi.

Untuk mencegah remaja mencari eksistensi dengan jalan berbahaya, menurut Romi, orang tua perlu memberikan lahan bagi pencarian identitas diri anak.

"Misalnya, diikutkan beladiri kemudian diperlombakan, atau kegiatan apa yang sesuai dengan minat atau ketertarikan anak. Jadi kalau dia tidak berprestasi di akademis, dia bisa mempunyai kesempatan untuk menunjukkan keahliannya di bidang lain," kata Romi.

 

Tidak membuat konten berbahaya

Tak hanya itu, menurut Romi, orang dewasa juga perlu mengambil kendali dengan tidak membuat konten-konten atau tantangan-tantangan yang berbahaya menjadi viral di media sosial.

"Kalau yang kayak gini (menghadang truk) bisa diviralkan, sebetulnya kemampuan anak-anak kalau di jalur yang benar untuk mengeksistensikan dirinya, harusnya bisa diviralkan juga," ujar Romi.

"Misalnya anak bisa sepatu roda. Kemudian dia bisa melakukan sebuah atraksi, itu bisa diviralkan. Atau misalkan anak bisa membersihkan rumah dengan cara yang cepat, dengan teknik apa, itu menurut saya itu bisa diviralkan," kata Romi melanjutkan.

Baca juga: Ada 5 Titik di Kabupaten Bekasi yang Sering Jadi Lokasi Pembuatan Konten Berujung Maut

Romi mengatakan, orang dewasa bisa memilih untuk memviralkan konten-konten yang aman dan mengandung unsur positif, sehingga tren berbahaya seperti menghadang truk itu tidak akan lagi ditiru oleh remaja.

"Yang kaya begini (menghadang truk) harusnya distop. Jangan dibuat jadi luar biasa. Karena yang dilihat sama anak-anak yang tidak punya pengalaman hidup ini, anak-anak remaja ini, adalah dia ingin dilihat oleh orang banyak, dia ingin dilihat eksistensinya," kata Romi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com