Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simak, Ini Saran Ahli Saat Mulai Lelah dengan Berita soal Covid-19

Kompas.com - 15/07/2021, 12:05 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Belakangan ini marak beredar seruan untuk berhenti menyebarkan berita tentang Covid-19 dengan alasan ketentraman masyarakat.

Terlebih dalam beberapa waktu terakhir angka kasus positif dan jumlah kematian terus mengakami kenaikan. 

Namun, apakah berhenti mengikuti informasi tentang Covid-19 dan menyangkal faktanya adalah hal yang tepat?

Berikut saran psikiater untuk menatasi "kelelahan" akibat Covid-19, tetapi tetap bisa menerima informasi tentangnya secara proporsional.

Baca juga: Beredar Poster Ajakan Tak Unggah Berita tentang Covid-19, Ini Kata Psikolog

Gejala "kelelahan" akibat Covid-19

Sebelum mengatasi rasa lelah akibat pandemi, sebelumnya kita perlu mengetahui gejala umum pada seseorang yang mengalami kelelahan mental.

Mengutip laman Universitas Alabama (UAB), Birmingham AS, berikut gejala stres akibat pandemi, menurut Tami Long, Direktur Pusat Bantuan dan Konseling Karyawan UAB:

  • Merasa capek
  • Lelah secara fisik dan mental
  • Kekurangan energi
  • Merasa terus-menerus kewalahan, sedih atau tidak berdaya
  • Ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas sehari-hari
  • Peningkatan iritabilitas
  • Performa kerja berkurang
  • Mengisolasi diri dari orang lain

Menyaring konsumsi berita

Ketika mengalami gejala di atas dan merasa lelah dengan pemberitaan seputar Covid-19, maka Anda dapat mencoba mengubah pola dalam menerima berita.

Psikolog dari UC Davis Health, Kaye Hermanson mengatakan bahwa memang tidak mudah untuk menghadapi kelelahan akibat pemberitaan Covid-19.

Peringatan dan angka kasus Covid-19 sudah membanjiri media massa selama satu setengah tahun belakangan. Namun, tetapi penting untuk mengetahui informasi tersebut.

Baca juga: Ada Seruan Tak Unggah Berita Covid-19, Anggota DPR: Informasi Apa Adanya Harus Disampaikan

 

Hermanson juga menyarankan, masyarakat dapat mengurangi berita yang bisa memicu respon ketakutan dan kemarahan.

Penting untuk dicatat, berita yang bersifat informatif tetap perlu untuk membantu fokus pada upaya pengendalian dan pencegahan.

"Langkah lain untuk mengurangi stres: batasi atau hindari hal-hal yang memicu respons ketakutan atau kemarahan," kata dia, mengutip laman UC Davis Health.

Selain itu, kita perlu membatasi interaksi di media sosial yang bisa memicu stres. Misalnya, menghindari perdebatan dengan orang yang tidak sependapat dengan Anda.

"Jika mendengarkan berita itu sulit, lakukan sedikit saja dan batasi pada sumber yang terpercaya dan bertanggung jawab," imbuh Hermanson.

Baca juga: Ramai soal Ajakan Tidak Upload Berita Corona, Ini Kata Satgas Covid-19

Informasi dari teman terpercaya

Cara lain, untuk tetap mendapat informasi tapi lelah dengan pemberitaan Covid-19, adalah melalui teman.

Dalam hal ini, kita harus selektif memilih teman yang bisa dipercaya dan mampu menyaring validitas informasi.

Diberitakan BBC, Liz Martin, seorang terapis yang berbasis di London mendapati kliennya tidak tahan sama sekali dengan berita seputar Covid-19.

Ia memberi saran agar klien tersebut untuk mengobrol dengan teman yang ia percaya dan mengikuti sumber jurnalisme yang andal.

"Orang berbeda, jadi mungkin ada teman yang bisa membuat Anda tetap up to date dengan apa yang relevan dan tidak relevan," kata Liz mengutip BBC.

Sehingga, kita bisa mengurangi konsumsi berita tetapi tetap mengetahui informasi terbaru seputar penanganan Covid-19.

Baca juga: Polisi Tetapkan Dokter Lois sebagai Tersangka Kasus Penyiaran Berita Bohong soal Covid-19

 

Dua tren "kelelahan" akibat Covid-19

Terapis percaya bahwa ada dua tren utama yang terjadi akibat Covid-19. Yang paling umum, adalah rasa lelah karena situasi krisis yang kita alami.

Sementara tren kedua, adalah bahwa siklus berita tanpa henti dapat memperburuk kecemasan atau depresi bagi mereka yang sudah memiliki riwayat masalah kesehatan mental dan emosional.

Orang lain dengan kecemasan mungkin lebih rentan merasakan sakit yang dirasakan oleh mereka yang kehilangan nyawa atau orang yang dicintai dalam krisis.

Baca juga: 500 Hari Pandemi, Kasus-kasus yang Jadi Sorotan: Kerumunan Rizieq Shihab, Dokter Lois, hingga Antigen Bekas

Psikoterapis yang berbasis di London dan juru bicara Dewan Psikoterapi Inggris, John-Paul Davies mengatakan, beberapa orang bahkan bisa mati rasa dan menjadi apatis setelah mendapat terlalu banyak informasi Covid-19.

Pada titik parah, mereka bisa beralih ke sumber stimulasi alternatif dan berpotensi berbahaya, seperti terlalu banyak konsumsi alkohol atau makanan.

Davies berpendapat memeriksa berita utama sekali sehari adalah hal yang masuk akal, baik itu online atau mendengarkan buletin berita harian atau pengumuman pemerintah.

Ini bisa dikurangi menjadi seminggu sekali bagi mereka yang memiliki tingkat kecemasan tinggi.

Yang terpenting, dia mengatakan untuk tetap memilih situs berita tepercaya atau penyiar dengan fokus pada fakta daripada dugaan.

"Tidak semua jurnalisme itu bagus. Tapi itu tidak berarti bahwa semua jurnalisme itu buruk," kata Ulrik Haagerup, dari The Constructive Institute, menutip BBC.

Baca juga: Posisi Indonesia pada Pandemi Covid-19 Dunia, Ada di Mana?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com